JAKARTA (Independensi.com) – Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi mengatakan jaksa selaku penuntut umum bisa mewakili korban perdagangan orang untuk mengajukan restitusi ganti kerugian.
Menurut Wakil Jaksa Agung dasar hukumnya ada dalam penjelasan pasal 48 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
“Isinya menyebutkan jaksa berperan memberitahukan hak korban perdagangan orang untuk mengajukan restitusi,” tutur Untung demikian biasa disapa saat menjadi nara sumber dalam Rakornas Satgas Sikat Sindikat Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) di Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/10).
Dikatakan juga Untung dalam persidangan jaksa selaku penuntut umum dapat menyampaikan kerugian korban bersamaan dengan surat tuntutan pidana.
Namun, ujarnya, ketentuan dalam Pasal 48 ayat (1) UU PTPPO tidak menghilangkan hak korban untuk mengajukan sendiri gugatan atas kerugian yang diderita.
Adapun Jaksa penuntut umum dapat menghitung kerugian materiil yang diderita korban dengan merinci kerugian berdasarkan ketentuan Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.
“Yaitu kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaanm biaya untuk tindakan perawatan medis dan atau psikologis, atau kerugian yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang,” ujarnya.
Terkait perhitungan kerugian immateriil, ucap Untung, biasanya diakomodasikan atas permintaan korban yang disesuaikan dengan status korban atau keluarga dalam masyarakat baik.
“Baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, budaya dan agama. Selain itu jaksa harus berkoordinasi dengan korban untuk menghitung kerugian yang diderita korban sebelum mengajukan restitusi,” ujarnya.
Untung menyebutkan juga kejaksaan memiliki komitmen memberikan perlindungan yang maksimal kepada para korban tindak pidana perdagangan orang. Dalam bentuk petunjuk teknis pengajuan restitusi berdasarkan surat JAM Pidum Nomor: 3718/E/EJP/11/2012 tanggal 28 November 2012.
Selain itu, kata dia, menempatkan perwakilan Kejaksaan di luar negeri seperti Singapura, Bangkok, Hongkong dan Riyadh Arab Saudi dengan berperan secara aktif memberikan pendampingan, sosialisasi dan advokasi.
“Terutama terhadap berbagai permasalahan hukum para pekerja migran Indonesia. Termasuk memperjuangkan dari jeratan hukuman
mati,” ungkapnya.
Dia menambahkan pada tahun 2021, Kejaksaan telah membentuk Kelompok Kerja Akses Keadilan Kejaksaan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor 166 Tahun 2021 tanggal 9 Juli 2021.
Kemudian bertepatan Hari Perempuan Internasional tanggal 8 Maret 2021 diluncurkan Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Terhadap Keadilan Bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana.
“Tujuannya untuk optimalisasi pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum. Baik sebagai pelaku, korban dan saksi dalam penanganan perkara pidana,” ucapnya.
Dikatakannya ruang lingkup penanganan pidana yang melibatkan perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.(muj)