JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung sedang mengkaji kemungkinan untuk menerapkan tuntutan hukuman mati kepada terdakwa kasus korupsi guna memberikan rasa keadilan.
“Seperti kasus yang ditangani Kejaksaan Agung yaitu PT Jiwasraya dan Asabri yang sangat memprihatinkan kita,” kata Jaksa Agung Burhanuddin disela-sela pengarahan kepada jajaran Kejaksaan se Kalimantan Tengah. Kamis (28/10).
Dia menyebutkan keprihatinan tersebut tidak hanya dilihat dari sisi kerugian negara yang sangat besar yaitu kasus Jiwasraya sebesar Rp16,8 triliun dan Asabri sebesar Rp22,78 triliun
“Tapi sangat berdampak luas. Baik kepada masyarakat maupun para prajurit,” katanya seraya menyebutkan dalam kasus Jiwasraya terutama menyangkut hak-hak orang banyak dan hak-hak pegawai dalam jaminan sosial.
Begitupun, tuturnya, dalam kasus Asabri terkait hak-hak seluruh prajurit. “Dimana ada harapan besar untuk masa pensiun dan untuk masa depan keluarga mereka di hari tua,” ujarnya.
Namun dikatakan juga Jaksa Agung dalam kunjungan kerja ke Kejaksaan Tinggi Kalteng, untuk penerapannya tentu harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai Hak Asasi Manusia.
Selain itu, tuturnya, kemungkinan konstruksi lain yang akan dilakukan yaitu bagaimana mengupayakan hasil rampasan juga dapat bermanfaat langsung dan adanya kepastian. Baik terhadap kepentingan pemerintah maupun masyarakat yang terdampak korban dari kejahatan korupsi.
Tuntutan hukuman mati dalam kasus korupsi sebenarnya pernah diterapkan Kejaksaan Agung terhadap mantan Direktur PT Brocolin Ahmad Sidik Mauladi Iskandar Dinata atau Dicky Iskandar Dinata.
Dicky Iskandar Dinata merupakan salah satu terdakwa pembobol Bank BNI cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan merupakan Direktur perusahaan dari PT Gramarindo Group.
Namun putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga Mahkamah Agung tidak mengamini tuntutan Tim jaksa penuntut umum diketuai Sahat Sihombing dan hanya menghukum Dicky Iskandar Dinata 20 tahun penjara.(muj)