Sebab, berdasarkan survei dan analisis Ombudsman RI lewat hasil penilaian opini pengawasan pelayanan publik (OPPP) 2022, Kabupaten Gresik hanya mendapatkan skor 57,65 atau zona kuning. Skor tersebut menurun jika dibandingkan pada 2021 yang memiliki skor 64,96. Kondisi tersebut mengecewakan bagi pemerintahanan.
“Contohnya Puskemas Alon-alon dan Puskesmas Kebomas. Mestinya tak perlu disiapkan secara khusus, Kan Puskesmas sudah membuat laporan setiap bulan.Yang ditanyakan dalam survei Ombusman RI mulai input, outpout, proses dan pengaduan. Tetapi ditanya dalam survei tidak bisa jawab.
Padahal, Bu Kadinkes (Muhibatul Husna-red) setiap hari pasang status Prokes,” kata, Ketua Komisi I, Muchamamad Zaifuddin, Kamis (2/2).
Begitu juga Dinas Sosial, lanjut dia tidak ada penerimaan pengaduan, tak ada website untuk informasi kepada pulik. Baru meminta Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Gresik membuat website.
“DPM PTSP juga mall administrasi karena mbulet ketika mengurus perizinan. Dilempar ke petugas ini dan itu akhirnya molor tak jelas,” tukasnya.
Begitu juga Dinkes Gresik terkait universal helat converage (UHC) atau berobat gratis dengan hanya menunjukkan e-KTP atau KK.
“Kenyataan di lapangan, petugas di Puskesmas masih memintai fotokopi kartu BPJS dan e-KTP. Saya rasa ini perlu diklirkan,” tegasnya.
Termasuk petugas loket di Puskemas yang tidak mengerti kalau per Juli, BPJS Kesehatan tak mengeluarkan kartu. Untuk itu, saya minta dikumpulkan petugas loket dan diberi pengarahan dan pelatihan. Bila perlu, petugas loket yang ayu dan ganteng. Supaya tidak metutuk (cemberut-red) saja. Orang datang ke Puskesmas tambah sakit melihat petugas yang tak ramah. Kita cari solusinya,” tuturnya.
Begitu juga sarana dan prasana di kantor Dispenduk capil, tidak ada aprkir sehingga tak nyaman bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan,” urainya.
Menanggapi hal tersebut, Kadinkes dr Muhibatul Husna menyatakan, UHC di Gresik baru di mulai 1 Oktober 2022. Sedangkan pelaksanaan survei dan penilaian Ombusman RI di bulan Agustus tahun 2022.
“Jadi belum UHC waktu itu, memang kami akui sosialisasi UHC di tiga bulan awal masih kurang. Tetapi, kami bersama Bupati dan Wabup terus melakukan sosialisasi termasuk sampai pengumpulan kepala desa,” ucapnya.
Terkait survei dan penilaian Ombusman RI, Husna mengaku mendampingi ketika melakukannya di Gesik.Dan suevei yang diajukan pertanyaan seperti ujian skripsi.
“Pertanyaanya teoritis terkait pengertian Ombusman RI. Ketika teman-teman menjawab dredeg (panik-red) langsung blank. Memang tempat pengaduan di Dinkes belum ada ruangan khusus dan petugas khusus,” tandasnya.
Selain itu, kantor Dinkes Gresik masih belum ramah pada disalibitas dan kelompok rentan. Sebab, ruang rapat berada di lantai 3, tetapi gedung tidak ada lift. Termasuk, toilet yang ramah disabilitas dan rentan juga.
“Waktunya survei dan penilaian Ombusman RI sangat cepat. Kami berharap mulai 2023 dibina dan diawasi. Memang, seminggu sebelum survei dan penilian ada sosialisasi, tetapi langsung dilakukan penilaian. Ketika diminta dokumen oleh Ombsman RI, butuh waktu,” imbaunya.
Dari berbagai permasalahan tersebut, Komisi I memberikan 4 poin rekomendasi. Yakni, Bagian Ortala bertanggungjawab dalam empat dimensi penilaian Ombusman RI. Sebab, Bagian Ortala yang paham dalam membina dan menyiapkannya. Kedua, inftastruktur di layanan dasar yang sudah tersedia agar dimaksimalkan. Sebaliknya, infrastruktrur yang belum ada harus segera disediakan.
“Masing-masing OPD menyediakan rung pengaduan dan.font liner harus ramah dan responsif,”pungkas Zaifuddin. (Mor)