uang sidang Kartika 004, Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, jalan Bhayangkara, Sukabumi Kamis (2/22023).

Nenek Korban Histeris Merasa Disudutkan Dalam Sidang di PN Sukabumi Kota

Loading

SUKABUMI (Independensi.com) – Sidang kasus rudapaksa seorang anak dibawah umur di kecamatan Citamiang Kota Sukabumi Jawa Barat yang dilakukan oleh pamannya digelar secara tertutup di ruang sidang Kartika 004, Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, jalan Bhayangkara, Sukabumi Kamis (2/22023).

Pada sidang kedua ini sebanyak 5 orang dijadikan saksi. Begitu sidang selesai, pihak keluarga histeris karena merasa disudutkan dalam sidang tersebut.

Dia adalah nenek korban, SAI (60) yang menjadi salah satu saksi dari pihak korban. Pihak keluarga langsung menenangkan SAI karena tak menerima hasil sidang.

“Saya kecewa dengan sidang tadi, yang pertama jaksa tidak bertanya ke pelaku, jadi yang dicecar itu hanya kita (keluarga korban). Yang kedua pelaku tidak mengakui (melakukan rudapaksa) malah dia mengalihkan kalimatnya itu ke kasus yang lain,” ujar SAI selaku nenek korban.

Lebih lanjut, dia merasa sangat tidak wajar karena pihak keluarga terdakwa tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan perkara ini. Menurutnya mereka malah berusaha melindungi pelaku dan menghalangi proses pelaporan, padahal sudah ada bukti hasil visum dan dokter menyatakan bahwa ada kerusakan pada bagian kemaluan korban.

“Pemeriksaan pertama, (dokter) yang merujuk untuk saya disuruh membuat laporan, itu sudah jelas berarti itu urgent (dan) harus segera lapor polisi. Pada visum kedua, saya ikut ke dalam ruangan dan membantu membuka kemaluan (korban), dan disitu sebetulnya buktinya itu lebih menganga. Kalau di yang pertama bolongnya itu, udah keliatan. Begitu di rumah sakit yang kedua, itu bolongnya lebih besar,” terangnya.

Pengacara keluarga korban, Yoseph Luturyali mengungkapkan, nenek korban merasa sangat terpukul karena terdakwa tidak mengakui perbuatan bejatnya terhadap keponakan sendiri.

“Ada bantahan dari terdakwa ini. Bahwa terdakwa tidak melakukan. Itu diakuinya dia saat diperiksa mulai dari penyidikan sampai di Kejaksaan. Nah kalau tidak mengaku, tugas Jaksa sebagai penuntut umum yang menangani perkara, harus menggali semaksimal mungkin segala upaya untuk meyakinkan peserta sidang, harusnya begitu,” kata Yoseph.

Menurutnya, dengan bukti-bukti yang ada, seharusnya bisa menjadi rujukan. Seperti hasil visumnya bahwa jelas terbukti ada lecet kemudian hasil dari pemeriksaan dokter ditemukan hancur (kemaluan korban). Yoseph menilai hal tersebut aneh karena kontradiktif dengan apa yang disampaikan.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jaja Subagja menjelaskan, ketidakpuasan nenek korban sebab yang dilihat waktu pemeriksaan secara kasat mata ada lubang. Selain itu, korban yang hadir di persidangan memberikan keterangan adanya kejadian malam itu.

“Korban lagi tidur, lampu dimatikan terus ada yang menindih dan ada seperti batu keluar masuk ke kemaluannya, terus korban mendorong pelaku. Waktu itu yang menindih rambutnya pirang dengan ciri-ciri yang sama yaitu omnya itu terdakwa,” ungkapnya.

Adapun pasal yang disangkakannya kepada terdakwa sesuai dengan surat dakwaan yaitu alternatif pertama pasal 82 ayat 2 junto pasal 76 L nomor 17/2016 tentang penetapan peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU tahun 2002 tentang perlindungan anak atau kedua pasal 81 ayat 3 nomor 17 tahun 2016 tentang peraturan pemerintah pengganti UU RI Nomor 1 tahun 2016, ancamannya minimal 4 tahun maksimal 15 tahun.