Dugaan kekerasan terjadi, saat putusan dan eksekusi atau penggeledahan terhadap seorang anak yang disengketakan dalam perkara perceraian tersebut diduga salah alamat.
Tim Kuasa Hukum Hambali, Amirul menyatakan keberatannya atas pengeledahan dan intimidasi yang dilakukan oleh petugas Pengadilan Agama (PA) Gresik di rumah Hambali.
“Silakan eksekusi di rumah bapaknya (Tommy, red) tapi ketik eksekusi itu dilakukan di sini,(Rumah Hambali, red) maka itulah yang menjadi keberatan kami. Apalagi melakukan intimidasi terhadap klien kami (Hambali) dan Istrinya juga.
Bahkan, klien kami diancam akan dilaporkan ke polisi jika dalam waktu 1×24 jam (terhitung sejak tanggal 11 januari 2024 pukul 10.00 wib) tidak bisa menghadirkan anak bernama Rafania Zharifah,” kata tim kuasa hukum Hambali lainnya, Tasbit menimpali.
Dalam amar putusan Pengadilan Agama (PA) Gresik, nomer : 1546/Dpt.G/2023/PA.Gs tertanggal 7 November 2023 telah mengabulkan gugatan cerai Yatri Margareta binti Saenovi Agustry R terhadap Tommy Jevry Setiawan bin Setiawan dan salah satunya menetapkan hak asuh anak
Disebutkan dalam salah satu putusan, menetapkan anak bernama Rafania Zharifah berada dibawah hadhonah penggugat Yatri Margareta binti Saenovi agustry R dan tetap memberikan akses seluas luasnya kepada tergugat Tommy Jevry Setiawan bin Setiawan.
Permasalahan timbul ketika si anak tersebut masih diasuh dan ikut ayahnya Tommy yang hingga saat ini belum diketahui kemana perginya. Disisi lain Anmaning yang dilakukan oleh petugas Pengadilan Agama Gresik dinilai tidak sesuai dengan Amar Putusan nomer : 1546/Dpt.G/2023/PA.Gs.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kuasa Hukum Hambali dari Peradi DPC Surabaya, Amirul dan tim. Bahwa patut diduga ada penyusupan kalimat dalam putusan di surat anmaning eksekusi.
“Di dalam amar putusan tidak ada kata menghukum, namun di Relas Anmaning yang diputuskan kemarin. Ada bunyi putusan ‘Menghukum tergugat menyerahkan anak’. Ini kok beda dengan ‘amar’, seharusnya ‘anmaning’ itu mengacu pada ‘amar“ jelas Tasbit salah satu tim kuasa hukum Hambali kepada awak media, Jumat (12/1).
“Apalagi yang dieksekusi ini kan bukan benda, tapi seorang anak yang juga bisa mengiyakan atau menolak, keberatan maka eksekusi itu jadi non eksekutorial sesuai peraturan Mahkamah Agung seperti itu,” tuturnya.
Maka jika anak tersebut lanjut Tasbit, tidak ada di tempat atau tidak diserahkan, dilakukan peringatan dua kali. “Memang betul yang dilakukan pengadilan, memang perlawanan terhadap eksekusi memang berat namun pintunya adalah dengan mengajukan gugatan hak asuh,” tukasnya.
Di dalam pasal 105 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam berdasarkan Inpres No.1 Tahun 1991 menyatakan “Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 (dua belas) tahun adalah hak ibunya, sepanjang ibunya tidak cacat moral dan bisa dibuktikan,” sambungnya.
“Selain itu, putusan dan alamat eksekusi juga diduga salah alamat, karena selama ini Tommy tidak tinggal dirumah Pak Hambali di Perumahan Permata Graha Agung Blok H/ No. 1 RT.003 RW 008 Desa Pongangan Kecamatan Manyar. Seperti yang tercantum dalam amar putusan, namun beralamat di Jl Barabai 4 nomer 17 Gresik Kota Baru (GKB) Desa Yosowilangun Kecamatan Manyar Gresik sesuai Kartu Tanda Penduduk (KTP),” tandasnya.
Sementara, salah satu Panitera Pengadilan Agama Gresik, Margono saat dikonfirmasi awak media terkait hal tersebut melalui telepon selulernya yang bersangkutan sedang keluar dan yang menjawab telepon adalah seorang anak kecil.
“Ayah sedang keluar beli bakso, nanti saya sampaikan pesannya” ujar suara anak di balik telepon seluler awak media yang sedang mengkonfirmasi. Dalam percakapan bersama anak kecil di telpon, awak media berpesan agar ayahnya untuk menelpon balik. Namun, sayangnya hingga berita ini ditayangkan. Awak media belum menerima telepon balik dari Petugas Panitera Pengadilan Agama Gresik, yang bernama Margono. (Mor)