JAKARTA (Independensi.com) – Ketentuan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan secara eksplisit menyebutkan Jaksa Agung merupakan penuntut umum tertinggi.
Menurut Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagai penuntut umum tertinggi berarti Jaksa Agung diberikan wewenang untuk memberikan arahan dan kontrol terhadap semua tahapan dalam proses penuntutan.
“Termasuk pengawasan terhadap kualitas penyidikan baik yang dilakukan penyidik Polri maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),” kata Jaksa Agung saat menjadi “Keynote Speech dan sekaligus membuka kegiatan “In House Training” bertema “Penguatan Peran Jaksa Agung Dalam Pengangkatan dan Pembinaan PPNS” yang diselenggarakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) di Jakarta, Selasa (03/09/2024).
Sehingga, kata dia, sebagai wujud dari pengawasan tersebut maka dalam proses pengangkatan PPNS oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia harus dimintakan pertimbangan dan persetujuan lebih dahulu kepada Jaksa Agung.
“Tujuan dari pemberian pertimbangan untuk memastikan pengangkatan PPNS sesuai dengan kebutuhan penegakan hukum, menjaga keselarasan dan koordinasi antar Lembaga penegak hukum, juga untuk memastikan calon PPNS memiliki kompetensi yang memadai,” ujarnya.
Namun dia mengakui saat ini fungsi Jaksa Agung dalam memberikan pertimbangan dirasa masih belum optimal, dan terkesan hanya formalitas belaka. “Seringkali pertimbangan yang diberikan hanya sebatas persetujuan administratif, tanpa mengindahkan evaluasi yang mendalam untuk memastikan Calon PPNS tersebut memiliki kompetensi dan integritas,” ujarnya.
Dia sendiri berpendapat peran strategis PPNS dalam penegakan hukum di Indonesia harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas guna pelaksanaan tugas yang lebih efektif dan efisien.
Jaksa Agung pun menyebutkan beberapa aspek yang perlu ditingkatkan dalam penguatan kapasitas PPNS dapat dilakukan melalui peningkatan kompetensi teknis, penguatan integritas dan etika profesi, modernisasi peralatan dan teknologi;
“Selain peningkatan koordinasi antar Lembaga dan penyempurnaan regulasi dan kebijakan,” katanya seraya berharap ke depan Kejaksaan sebagai lembaga penuntutan yang berhubungan erat dengan penyidik dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam penguatan kapasitas Penyidik PPNS melalui pelatihan individu maupun pembangunan sistem koordinasi yang baik.
Sementara itu disela-sela kegiatan “In House Training” Kejaksaan Agung dan 11 Kementerian/Lembaga menandatangani perjanjian kerjasama dalam rangka penguatan dan sinergitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Kejaksaan Agung dalam penandatanganan kerjasama tersebut diwakili JAM Pidum Asep Nana Mulyana. Sedangkan 11 Kementerian dan Lembaga diwakili para pejabat dari masing-masing Kementerian dan Lembaga.
Adapun dari ke 11 kementerian dan Lembaga tersebut yaitu lima diantaranya dari Kementerian Perdagangan,Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Sekretariat Utama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BPPMI).
Sedangkan enam lainnya yaitu dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai dan Ditjen Pajak pada Kementerian Keuangan, Ditjen Kebudayaan pada Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Ditjen Imigrasi dan Ditjen Kekayaan Intelektual pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Ditjen Penegakan Hukum pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Tujuan dari perjanjian kerja sama tersebut dimaksudkan sebagai pedoman bagi JAM Pidum dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk melakukan kerja sama dalam rangka penguatan kompetensi PPNS pada Kementerian/Lembaga terkait.
Selain untuk meningkatkan sinergitas dan kerja sama antara PPNS pada Kementerian/Lembaga terkait dengan penuntut umum melalui kegiatan koordinasi dan komunikasi dalam rangka pelaksanaan penyidikan perkara. Juga dalam rangka mengimplementasikan Integrated Criminal Justice System terutama pada PPNS.(muj)