Ilustrasi Kantor Kejaksaan Agung. (Dok/Tyo Pribadi)

Kejagung Tepis Anggapan Penyematan Status Tersangka Terkait Politik

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) ditetapkan sebagai tersangka kasus impor gula kristal mental oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (29/10/2024). TTL diduga memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah gula kristal mentah (GKM) menjadi gula kristal putih (GKP).

Kendati demikian, Kejagung menepis anggapan penyematan status tersangka dikaitkan dengan politik menyusul yang bersangkutan pernah berada dalam tim pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024. Kedekatan TTL dengan Anies bermula pada 2021 saat dipercaya sebagai Ketua Dewan PT Jaya Ancol. Kala itu, Anies masih  Gubernur DKI Jakarta.

“Tidak terkecuali siapa pun pelakunya. Ketika ditemukan bukti yang cukup, maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” ucap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar seperti dikutip dari Antara beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut Abdul Qohar mengatakan, TTL terlibat dalam perizinan impor gula yang disinyalir merugikan negara, bersama dengan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015-2016, yang berinisial CS. Abdul mengatakan, TTL pada tanggal 12 Mei 2015 selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula. Pemberian izin ini dinilai tidak sesuai dengan rekomendasi rapat koordinasi antarkementerian menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula. Atas perbuatan keduanya, negara dirugikan sekitar Rp400 miliar.

Seperti dikutip dari Antara, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori meminta Kejaksaan Agung untuk memeriksa semua kasus impor pangan setelah menetapkan Thomas Lembong atau lebih sering disebut Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor gula.

Khudori menyatakan bahwa kasus impor pangan sebenarnya tidak hanya terjadi pada gula. Dia merujuk pada hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang pengelolaan tata niaga impor pangan sejak 2015 hingga Semester I 2017 atau dari Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, TTL hingga Enggartiasto Lukita, menemukan 11 kesalahan kebijakan impor pada lima komoditas: beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi.

Jika dikelompokkan, kesalahan tersebut terbagi menjadi empat besar. Pertama, impor tak diputuskan di rapat di Kemenko Perekonomian. Kedua, impor tanpa persetujuan kementerian teknis yakni Kementerian Pertanian. Ketiga, impor tak didukung data kebutuhan dan persyaratan dokumen. Keempat, pemasukan impor melebihi dari tenggat yang ditentukan.

“Jadi acak-adut impor potensial tidak hanya terjadi pada saat TTL menjabat sebagai menteri perdagangan. Oleh karena itu, agar tidak memunculkan syak wasangka buruk, sebaiknya Kejagung memeriksa semua kasus yang memang potensial merugikan negara,” ujar Khudori. “Hanya dengan cara demikian, Kejagung akan terbebas dari tuduhan tebang pilih. Kami mendukung Kejagung untuk membersihkan semua aparat, pejabat, dan para pihak yang menjadi pencoleng dengan kedok impor,” tambahnya.

Diperiksa Tiga Kali

Kejaksaan Agung mengungkapkan, TTL Tom sudah diperiksa sebanyak tiga kali sebagai saksi sebelum akhirnya menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2016. “Terkait dengan pemeriksaan, yang bersangkutan sejak kurun waktu 2023 sudah tiga kali diperiksa sebagai saksi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar.

Setelah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung kemudian melakukan gelar perkara. Berdasarkan hasil gelar perkara tersebut, penyidik pun menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka. “Lalu penyidik menggunakan kewenangannya dalam rangka melakukan penahanan terhadap tersangka,” ucapnya.

Mengenai kemungkinan ada saksi lain yang diperiksa, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat itu menegaskan bahwa keputusan itu berdasarkan kebutuhan penyidik. “Penyidik akan terus melihat apakah memang masih diperlukan penambahan saksi atau penambahan keterangan. Kalau memang masih harus dibutuhkan pendalaman terkait dengan keterangan-keterangan dari pihak terkait, itu akan dilakukan,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *