JAKARTA (independensi.com) – Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. Sunarto, SH MH mengatakan, para hakim yang sedang bertugas di berbagai tingkatan, khususnya para Hakim Agung berpotensi mengidap ensefalomielitis mialgik atau sindrom kelelahan kronis (ME/CFS) akibat tidak sebandingnya jumlah hakim dengan jumlah perkara yang harus ditangani.
Jumlah Hakim Agung di MA saat ini, misalnya, hanya 42 orang sedangkan perkara yang harus ditangani jumlahnya mencapai ribuan.
“Sampai akhir 2024, MA mampu menyelesaikan putusan perkara sekitar 30,39 ribu dari 31,64 ribu perkara. Artinya para hakim yang jumlahnya terbatas itu kalau terus menerus dipaksa bekerja, bukan tidak mungkin mereka akan kelelahan dan bahkan gagal fokus atau dapat mengidap penyakit sindrom kelelahan kronis/ME/CFS”, kata Sunarto saat menerima audensi Universitas Bayangkara Jakarta (Ubhara Jaya) di Kantor MA Kamis 16 Januari 2024.
UU Mahkamah Agung (MA) No.5 Tahun 2004 dalam ketentuan Pasal 4 menyebutkan, susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan seorang sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. Jumlah hakim agung paling banyak 60 orang.
Faktanya, sudah 21 tahun jumlahnya tidak pernah ditambah sementara jumlah kasus tiap hari terus menumpuk. “Makanya saya katakan, kalau ada hakim yang bertemu dengan temannya dan dia tidak menegur terlebih dahulu atau lama merespons jika diajak bicara, itu bukan sombong, tetapi saking sibuknya sehingga pikirannya hanya kasus dan bagaimana menyelesaikan perkara secara adil,” katanya.
Pertanyaannya, mengapa tidak ditambah? Sunarto mengatakan bahwa MA sudah mengusulkan penambahan Hakim Agung ke Komisi Yudisial (KY), kemudian KY yang melakukan seleksi untuk selanjutnya hasilnya dibawa ke DPR. dan DPR-lah yang menyetujuinya. “Jadi MA hanya mengusulkan, hakim agung agar lebih imbang antara jumlah kasus dengan jumlah yang menangani seiring terus menigkatnya perkara yang masuk,” kata Sunarto.
Sunarto yang didampingi Wakil MA bidang Non Yudisial, Suharto, SH Mhum, dan I Gusti Sumanatha, SH MH , Ketua Kamar Perdata, SH MH, Dr.Achmad Styopuko Harsoyo dan Sekretaris MA Sugianto serta pejabat Eselon 1 lingkungan MA juga mengatakan, selain kekurangan Hakim Agung, telah terjadi krisis generasi akibat sudah lebih dari 10 tahun tidak ada rekruitmen penerimaan hakim di berbagai pengadilan Negeri, Agama dan TUN.
“Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara belum membuka formasi. Saat ini yang dibuka baru Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), sementara untuk calon hakim termasuk pejabat negara itu yang belum,” katanya seraya menekankan urgensinya segera dilakukan rekruitmen agar tidak terjadi krisis generasi.
Lantas bagaimana MA menyiasatinya? Sunarto pihaknya membuka formasi calon analis perkara peradilan yang pada akhirnya dapat diangkat menjadi hakim. Namun cara itu menurutnya kurang efektif. “Akhirnya saya rekrut mahasiswa fakultas hukum yang lulus cum laude, baru lumayan hasilnya.”
Sunarto sendiri mengakui lebih menyukai orang yang memiliki kejujuran, integritas dan pintar ketimbang pintar namun kurang berintegritas.
“Baru 2 tahun jadi hakim, mereka sudah mudah tergiur materi. Inilah perlunya kampus atau universitas mulai mengembangkan pendidikan karakter dan menanamkan kejujuran agar kelak mereka menjadi hakim, hakim yang berintegritas dan pandai.”
Teori dan Praktik
Audensi Universitas Bhayangkara (Ubhara Jaya) dipimpin langsung oleh Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Irjen Pol (Purn) Prof. Dr. Drs. Bambang Karsono, S.H., M.M., didampingi Dekan Ubhara Prof. Dr. Laksanto Utomo, SH MH dan beberapa Kaprodi kampus tersebut.
Bambang mengatakan, kehadirannya ingin mengajak kerjasama antara dunia kampus yang berbasis teori dengan lembaga MA yang dunianya lebih kepada praktik pelaksanaan hukum.
Ubhara mempunyai jurusan hukum dari S1, hingga S3. Untuk S1 dan S2 akreditasinya sangat unggul, sementara untuk S3 menuju sangat baik. Kampus Ubhara membuka ruang kerjasama penelitihan, pengabdian masyarakat dan berbagai penerbitan ilmiah untuk kemanfaatan masyarakat luas.
“Intinya, kami senang diterima dengan luar biasa, dan kedepan dapat melakukan langkah nyata kerjasama antara dunia kampus dan MA untuk melakukan penelitihan dan pengabdian masyarakat,” kata Prof. Bambamg Karsono.
Prof. Laksanto yang didampingi Dr. Edi Saputra Hasibuan menambahkan, pihaknya mengajak rombongan kampus Ubhara untuk mendekatkan bahwa ilmu hukum dengan praktik. “Saat ini saya membawa sejumlah profesor, dan kaprodi untuk dapat melakukan kerjasama dalam penelitihan bersama. Syukur para karyawan dan hakim yang belum masuk S2 dan S3 dapat bergabung dengan Ubhara. Itu yang penting untuk dilakukan,” katanya. ***