Adian Napitupulu Sekjen PENA 98

Sekjen PENA 98 Desak Ketum Projo Klarifikasi Pernyataannya 

Loading

Jakarta (Independensi.com)-Adian Napitupulu Sekjen PENA 98 (Persatuan Nasional Aktivis 98) menyikapi pernyataan bernada ancaman dari Ketua Umum Projo, yakni “Karena kalau kalah meleset, bos, masuk penjara,” akan berdampak panjang termasuk berpotensi menguatnya polarisasi bahkan bisa merusak kualitas proses demokrasi karena demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh jika proses politik elektoral berjalan dalam kegembiraan bukan dalam ancaman dalam segala macam bentuknya.

 

Menurut Adrian, mengaitkan kalah atau menang Pemilu dengan penjara di sisi lain bisa diartikan bahwa Projo menuding Presiden Jokowi selama dua periode gagal memisahkan penegakan hukum dan pilihan politik. Atau, dilanjutkan Adian, dengan kata lain penegakan hukum ditentukan oleh siapa yang menang dalam Pemilu.

 

“Kalimat ketum Projo itu kenapa bisa serupa dengan mind set orde baru yang menggunakan ancaman hukum dalam hal ini penjara pada partai politik dan siapapun yang berbeda pilihan politik dengan Orde Baru. Tentu sangat disayangkan di era reformasi saat ini pernyataan serupa masih saja bisa diucapkan,” katanya, Sabtu (13/

 

“Penjara itu sanksi hukum dari perbuatan yang melanggar hukum, bertentangan dengan hukum, tidak sesuai dengan kaidah hukum atau melawan hukum bukan sanksi dari perbedaan politik bukan sanksi dari perbedaan pilihan dalam pemilu,” sambungnya.

 

Dalam Pilkada bahkan pilkades sekalipun, masih dikatakan Adian, jika hanya ada satu calon maka untuk memastikan hak demokrasi berjalan selalu ada ruang bagi yang tidak bersetuju pada calon itu. Sehingga panitia penyelenggara pemilihan memungkinkan membuat satu kotak kosong agar rakyat tetap boleh punya pilihan. Perbedaan pilihan itu bahkan dilindungi oleh konstitusi.

 

Salah satu kelebihan sistem demokrasi di banding sistem lainnya adalah karena demokrasi membuka ruang dan berterima terhadap perbedaan apapun selama sesuai dengan koridor hukum dan nilai nilai hak asasi manusia, termasuk membuka ruang pada perbedaan memilih capres dan cawapres bagi partai dan perbedaan memilih bagi rakyat dalam bilik suara.

 

“Jadi sebenarnya pernyataan Ketum Projo itu mengancam partai, mengancam pelaku politik atau justru mengancam demokrasi dengan mengancam perbedaan pilihan atau jangan jangan malah mengancam konstitusi yang jelas jelas melindungi perbedaan. Untuk itu perlu rasanya Ketum Projo meralat dan meluruskan apa maksud dari pernyataannya,” tutupnya.