Karangasem (Independensi.com) – Dalam kerangka kesadaran pemikiran bahwa keberadaan kehidupan kekinian adalah bagian dari reinkarnasi kehidupan sebelumnya, dan semangat bakti kepada leluhur serta pelestarian warisan budaya luhur Bali, Puri Agung Karangasem kembali menyelenggarakan Upacara Atma Wedana Utama (Baligya)—sebuah rangkaian sakral dari upacara Pitra Yadnya, bertempat di kawasan historis dan spiritual Taman Sukasada Ujung, Karangasem. Puncak upacara akan berlangsung pada 20-23 Juli 2025, dihadiri oleh para Pengelingsir Puri sejebag Bali, Keraton Nusantara, Pesemetonan Puri & Angga Brahmana Geria, tokoh Adat & Masyarakat – Guru Wisesa/Pejabat Pemerintahan Karangasem & Bali dan Nasional.
Juga Upacara Baligia kali ini akan menghadirkan sekitar 100 Sulinggih Siwa dan Buda lanang istri sejebag Karangasem dalam Acara Resi Bojana Senin 21 Juli 2025.
Upacara ini menjadi momen penting dalam menyucikan roh leluhur (Atma) agar mencapai alam Siwa Loka dan bersatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, menjadi Dewa Pitara.
Suatu bentuk bakti tertinggi bagi keluarga yang ditinggalkan. Berlandaskan lontar suci Baligya, upacara ini menegaskan keberadaan tubuh manusia yang terdiri atas tiga unsur:
Stula Sarira (badan kasar), Suksma Sarira (badan halus), dan Antahkarana Sarira (roh). Jika Ngaben menyucikan badan kasar (Panca Maha Bhuta: Pertiwi, Apah, Teja, Bayu dan Akasa) maka Baligya adalah penyucian badan halus (Panca Tan Matra: Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa dan Ghanda).
Upacara Baligia Puri Agung Karangasem 2025 ini di Ikuti oleh 104 Puspa/Sekah 17 diataranya Puspa Puri diantaranya Pengelingsir Prof. A.A. Agung Gede Putra Agung, Anak Agung Istri Agung Raka Padmi dan juga diiring sekah lain nya dari Karangasem hingga Lombok
Makna dan Struktur Upacara Karya Baligya utama ini melibatkan rangkaian panjang kegiatan spiritual, antara lain:
Dimulai saat Parum besar di Puri di ikuti oleh seluruh Angga Puri (Keluarga Besar) dan Ida Pedanada Bhagawanta-Sulinggih Siwa & Buda kemudian di Ikuti Upacara Ngaku Ngagem (pernyataan kesanggupan beryadnya) tanggal 22 Desember 2024, Bumi Sudha dan Nangiang Piadnyan (penyucian dan pembangunan altar suci) 14 Mar 2025, Mendak Tirta, Ngajum, dan Ngulapin, Melaspas Padma, Mapurwadaksina, hingga puncaknya yaitu Utpeti 20 Juli 2025 – bangkitnya roh suci menuju alam Siwa Loka. Rangkaian upacara suci ini juga memperlihatkan kedalaman makna filosofis dan kosmologis Hindu Bali yang diisi dengan Mepepada (penyucian hewan persembahan), Nganyut (penghanyutan simbol roh ke laut), dan Nyegara Gunung (pemulihan jiwa-raga pasca upacara).
Pada Pebengang di Hari ke 2 (21 Juli 2025) Dihaturkan Upacara Resi Bojana, yang bertujuan menghaturkan rasa Terima kasih kepada Para Pedanda yang ikut muput rangkaian Upacara baligya sehingga berjalan dengan baik.
Pada Upakara Setiti di hari ke 3 (22 Juli 2025), Puspa diyakini berada di alam tenang, untuk nanti tengah malam nya akan dihaturkan saji mulya, sebagai bekal perjalanan menuju alam Siwa Loka.
– Ngeliwet adalah prosesi upacara yang dilakukan tengah malam, adapun semua peralatan memasak nasi ( Saji Liwet) seperti periuk, tutup periuk, kipas, kren, semua dilengkapi dengan rerajahan berupa gambar senjata para Dewa, diiringi puja mantram dari Pendeta yang muput.
– Nganyut atau Ngasti adalah prosesi hasil peleburan ke Laut dengan seluruh peralatan seperti : Padma, Bukur, Naga, Empas, Angsa dan perangkat lainnya yang semua disebut dengan Artawingka ( sesuatu hal yang sudah tidak dipakai tapi masih dimuliakan) di hari terakhir 23 Juli 2025 bertempat di Pantai Ujung.
“Karya Baligya utama ini tidak hanya ritual, tapi juga merupakan warisan budaya spiritual yang harus dijaga, karena di dalamnya terkandung nilai bakti, kesucian, dan keseimbangan antara sekala dan niskala sebagai peninggalan Adat, Tradisi peninggalan leluhur Puri Agung Karangasem” Kolaborasi Adat, Seni, dan Pendidikan.
Upacara ini turut melibatkan partisipasi masyarakat Karangasem dalam pembuatan wewangunan, penyusunan puspa lingga, pementasan seni ritual, dan persiapan lokasi upacara menjadikannya sebagai sarana edukasi budaya, regenerasi sosial dan spiritual. Lebih dari sekadar upacara adat, kegiatan ini diharapkan menjadi model pelestarian budaya berbasis komunitas, yang dapat dikembangkan sebagai bagian dari pelestarian warisan budaya Puri Agung Karangasem.
Juga tidak kalah menariknya partisipasi dan keterlibatan aktif Braya Muslim Karangasem terutama yang disekitar Lokasi Upacara dalam ikut gotong royong kebersihan, stand penjualan minuman dll di area Nista Mandala dan juga ikut dalam kemananan lingkungan, ini tidak hanya sekeadar Toleransi antar umat beragama tetapi juga menunjukan Intergrasi yang bermakna persatauan dan kesatuan – sebagaimana diketahui keberadaan Umat Muslim di Karangasem tidak terlepas dari Keberadaan Kerajaan Karangasem tempo dulu Puri Agung Karangasem saat ini.
“Melalui Baligya utama, keluarga besar dan masyarakat belajar tentang filosofi hidup, nilai kesucian, dan tanggung jawab terhadap leluhur. Ini adalah proses pendidikan sosial dan spiritual yang tak tergantikan,” Ungkap [Anak Agung Bagus Parta Wijaya], selaku Pengelingsir – Manggala Puri yang juga sebagai Manggala – Pengerajeg Karya Baligia 2025.
Puri Agung Karangasem adalah pusat adat dan budaya Kerajaan Karangasem yang telah ada sejak tahnu 1611 yang berdedikasi dalam pelestarian nilai-nilai luhur Hindu Bali. Puri ini secara aktif terlibat dalam berbagai kegiatan spiritual, sosial, dan pendidikan budaya untuk menghidupkan kembali warisan sejarah di Bali Timur – turut mengaktifkan fungsi Puri sebagai Lembaga Pelestari Adat, tradisi serta kearifan lokal, secara bersamaan ikut merawat akar, agar pohon peradaban Bali tidak tercerabut.
Puri Agung Karangasem berusaha untuk tetap berkontribusi dalam perkembangan Bali saat ini dan kedepan secara kultural melalui ritual keagamaan, seni dan tradisi juga berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan membuka Puri sebagai museum hidup (Living museum) dan museum yang dibagun untuk melestarikan peninggalan leluhur dan mencoba memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Budaya Bali
Lokasi Sakral: Taman Sukasada Ujung
Pemilihan Taman Sukasada Ujung sebagai lokasi Baligia utama bukan tanpa alasan.
Sebagai peninggalan kerajaan Karangasem dan simbol harmonisasi alam-budaya, taman ini memberikan energi spiritual yang kuat dan keselarasan dalam pelaksanaan seluruh rangkaian upacara. Bale pasucian, sanggar tawang, dan bukur yang dibangun secara khusus menjadi representasi visual dari alam surgawi di bumi.
Secara sekala/fisik Peninggalan Kerajaan Karangasem ini selesai di bangun oleh raja terakhir Karangasem Ide Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem tahun 1920, sebagai salah satu Taman peninggalan Kerajaan selain Taman Tirtagangga dan Istana/Puri Agung Karangasem itu sendiri yang masih kokoh tegak berdiri – yang juga dalam Upacara baligia kali ini beliau di adegang sebagai Lingga Puri, penuntun para pitara menuju Siwa Loka.
Lokasi Acara di Taman Sukasada Ujung, Banjar Ujung, Tumbu, Karangasem, Bali – Indonesia dan Puncak Karya (Utpeti): 20 Juli 2025. (hd)