ACEH (Independensi.com) – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I Banda Aceh, Ditjen Sumber Daya Air (SDA) telah menyelesaikan pembangunan Daerah Irigasi (DI) Rajui yang berada di dalam sistem Bendungan Rajui, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Jaringan irigasi tersebut memberikan manfaat dalam mengairi area persawahan terhadap peningkatan hasil pertanian di Aceh.
Bendungan Rajui mempunyai kapasitas tampung sebesar 2,67 juta meter kubik (m3) untuk mengairi areal persawahan produktif di downstream bendungan yakni wilayah Seumayam Tanjung seluas 1.000 hektare (ha). Areal persawahan tersebut merupakan hasil pembukaan lahan pada tahun 1995 yang sebagian besarnya ditanami padi dan palawija seperti kacang-kacangan dan jagung.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, Kementerian PUPR telah membangun banyak bendungan di berbagai daerah dan selanjutnya akan diikuti dengan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi untuk menunjang produktivitas sentra-sentra pertanian.
“Pembangunan bendungan diikuti oleh pembangunan jaringan irigasinya. Dengan demikian bendungan yang dibangun dengan biaya besar dapat memberikan manfaat yang nyata dimana air akan mengalir sampai ke sawah-sawah milik petani,” jelas Menteri Basuki.
Bendungan Rajui telah selesai dibangun pada 2016, lalu dilanjutkan dengan pembangunan jaringan irigasi dan bendung pengarah pada 2017-2019 agar memberikan manfaat yang nyata bagi petani. DI Rajui dibangun dengan dana APBN sebesar Rp 101,4 miliar yang dikerjakan oleh kontraktor PT.Andesmont Sakti.
Kepala BWS Sumatera I Djaya Sukarno mengatakan, pembangunan DI Rajui meliputi pekerjaan konstruksi bendung pengarah sebanyak 1 unit dengan kapasitas debit pengambilan sebesar 2 m3/detik atau 2.000 liter/detik. Sementara untuk pekerjaan jaringan irigasinya terdiri dari pembangunan saluran induk, sekunder dan suplesi sepanjang 15 km, bangunan irigasi 59 unit, dan jalan inspeksi.
Dengan dibangunnya jaringan irigasi tersebut, diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan intensitas tanamnya jika dibandingkan dengan metode tadah hujan yang hanya satu kali dalam setahun. “Harapannya pada tahun 2020 ini sudah dapat memberikan kontribusi peningkatan periode tanam para petani dari satu kali menjadi dua hingga tiga kali tanam dalam setahun,” ujar Djaya.
Salah seorang petani setempat, Zainal Ibrahim (58) mengaku optimis bahwa jaringan irigasi tersebut dapat membantu petani meningkatkan tanam dan panen di lahan pertanian mereka. “Saya sendiri punya lahan pertanian setengah hektare, kami yakin bisa meningkatkan kegiatan menanam jadi dua hingga tiga kali setahun, karena kapasitas air saya lihat cukup dalam,” ujarnya.
Zainal mengaku, manfaat jaringan irigasi tersebut sudah dirasakan ketika diuji coba pembukaan saluran pengairannya pada awal tahun 2020. “Kemarin musim kemarau, hingga Februari 2020 baru kemarin bisa menanam waktu diuji coba dibuka irigasi ini, sehingga kami harap jangan ditutup lagi,” tuturnya. (wst)