JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengembangkan Teknologi Mortar Busa untuk pembangunan Flyover Purwosari di Kota Solo. Konstruksi flyover telah dikerjakan sejak tanggal kontrak 8 Januari 2020 untuk mengatasi kemacetan akibat adanya perlintasan sebidang rel kereta Solo-Yogyakarta.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan pembangunan flyover merupakan salah satu program sterilisasi 500 perlintasan jalan dan kereta yang dilakukan Kementerian PUPR untuk mendukung proyek The Java Northline Upgrading Project yang akan mengembangkan jalur kereta api semi cepat Jakarta-Surabaya.
“Kami ditugasi untuk memperbaiki atau mensterilkan kurang lebih sekitar 500 perlintasan sebidang dengan jalan raya di sepanjang perlintasan rel kereta semi cepat Jakarta-Surabaya. Kami akan membangun flyover dan underpass hingga jembatan penyeberangan orang (JPO) termasuk perbaikan jalan lingkungan di sekitarnya,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.
Mortar Busa merupakan optimalisasi penggunaan busa (foam) dengan mortar (pasir, semen dan air) berkekuatan tinggi sehingga ideal menjadi dasar atau perkerasan jalan pada tanah lunak yang dikembangkan oleh Pusat Jalan dan Jembatan (Pusjatan). Mortar busa memiliki berat yang ringan di mana massa jenis maksimum 0,8 ton/m3 untuk lapis base dengan UCS minimum 2.000 kilogram/cm2, serta massa jenis maksimum 0,6 ton/m3 untuk lapis sub-base dengan UCS minimum 800 kilogram/cm2. Seperti mortar beton, mortar busa juga memiliki sifat memadat sendiri.
Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) VII Semarang Akhmad Cahyadi mengatakan penggunaan Teknologi Mortar Busa pada Flyover Purwosari selain mempercepat waktu pelaksanaan pembangunan juga lebih efisien secara pembiayaan.
“Pembangunan Flyover Purwosari konstruksinya memakai teknologi Mortar Busa yang dikembangkan secara sederhana menggunakan metode timbunan ringan, struktur baja bergelombang dicampur dengan bahan pasir dan semen yang telah diatur mutu kekuatannya sehingga memiliki keunikan dalam menghemat anggaran belanja konstruksi sebesar 15%,” ujar Cahyadi.
Selain menghemat biaya, keunggulan Mortar Busa juga lebih efisien waktu pengerjaan jika dibandingkan dengan konstruksi konvensional (antara 40 %) dan ramah lingkungan karena menggunakan lebih sedikit material konstruksi terutama bahan alam. Teknologi Mortar Busa bisa digunakan sebagai pengganti timbunan tanah, atau sub base yang biasanya dipakai tanpa memerlukan lahan yang lebar karena dapat dibangun tegak dan tidak memerlukan dinding penahan serta tidak perlu alat pemadat karena dapat memadat dengan sendirinya, sehingga dapat digunakan sebagai jalan pendekat pada konstruksi flyover/jembatan.
Hingga 15 Maret 2020, progres kontruksi Flyover Purwosari mencapai 10,9 % atau lebih cepat dari rencana sebesar 4,8 %, dengan masa pelaksanaan 348 hari kalender sampai dengan 20 Desember 2020. Flyover ini memiliki panjang 700 meter dengan jalan pendekat 202.40 meter (Barat) dan 240.68 meter (Timur).
Pembangunannya dikerjakan oleh kontraktor PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan biaya Rp 104,672 miliar. Total penanganan sepanjang 2.475 meter dengan 2 lajur 2 arah dengan bahu jalan yang masing-masing lajur memiliki lebar 3,5 meter, lebar marka double di median 0,30 meter, lebar bahu 2 meter, dan lebar trotoar 0,60 meter. Keberadaan Flyover Purwosari diharapkan dapat mengatasi masalah kemacetan yang kerap terjadi pada jam sibuk di Jalan Slamet Riyadi yang dilalui arus lalu lintas dari arah Kartosuro (Yogyakarta/Semarang) menuju pusat Kota Solo.
Pemanfaatan Teknologi Mortar Busa telah diterapkan di beberapa flyover di Indonesia salah satunya di Jalan Layang Antapani di Kota Bandung, Jawa Barat yang merupakan pilot project teknologi Corrugated Mortar Busa Pusjatan (CMP) pertama di Indonesia. Kemudian disusul flyover lain seperti Klonengan di Tegal dan Manahan di Solo. CMP adalah pengembangan Teknologi Mortar Busa yang dikombinasikan dengan struktur baja bergelombang. (wst)