Menjaga Nalar Bangsa untuk Hidup Bersama

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Aksi terorisme belum sepenuhnya berhenti di Indonesia. Embrio radikalisasi terus ditebar melalui topeng agama. Teroris menebar ketakutan agar bangsa ini tak bangkit dari keterpurukan. Mereka berharap investor kabur karena Indonesia tak aman. Akibatnya pembangunan tak bisa berjalan dengan baik.

“Bangsa ini mesti menyadari ada banyak pihak menginginkan Indonesia terpuruk dan jatuh. Salah satunya dengan ingin menghilangkan nalar bangsa untuk hidup bersama,” ujar anggota DPR RI John Kenedy Azis dalam forum legislasi “Wawasan Nusantara Menuju Kebangkitan Nasional, Menjaga nalar bangsa untuk hidup bersama,” bersama anggota Komisi I DPR FPPP Syaifullah Tamliha dan pakar kebangsaan Yudi Latif di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (30/5/2017).

Untuk itu, anggota Fraksi Partai Golkar itu menambahkan, pentingnya Wawasan Nusantara bahwa Indonesia terdiri dari Sabang sampai Merauke. Terdiri dari banyak suku, agama, ras, bahasa, golongan, budaya, kepercayaan dan sebagainya, yang harus tetap bersatu di bawah Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

“Indonesia yang retak akibat Pilkada DKI Jakarta, memang sempat menggerus Pancasila, kebhinekaan, dan mengancam NKRI sehingga harus disatukan kembali. Menghormati hak-hak setiap warga negara dalam beragama, menjalankan keyakinan masing-masing, mengutamakan kepentingan masyarakat daripada golongan dan sebagainya,” tegasnya.

Syaifullah Tamliha mengakui dirinya akan terus konsisten untuk mengamalkan dan mempertahankan wawasan kebangsaan yang mulai terkoyak akibat Pilkada DKI Jakarta ini. Sehingga jika dibenturkan dengan apa pun dalam berbangsa dan bernegara, pihaknya sebagai Nahdliyyin akan mempertahankan kebangsaan yang berideologi Pancasila ini.

“Terorisme dan radikalisme sebagai sebuah ideologi, akan lebih efektif jika dilawan dengan ideologi yang telah disepakati menjadi empat pilar utama, yakni NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Media yang paling ampuh adalah pendidikan, terutama bidang keagamaan,” papar Syaifullah.

Politisi PPP ini menambahkan, pasca-reformasi 1998, melahirkan proses politik dan demokrasi yang berkuasa terutama di daerah adalah yang memiliki modal besar. “Konsekuensinya saat berkuasa akan mengeruk kekayaan alam daerahnya sampai habis,” tegasnya.

Oleh karena itu, Ketua DPP PPP tersebut meminta agar MPR kembali mengkaji sistem politik yang membutuhkan biaya sangat besar. Apalagi kepala daerah yang sudah terpilih, kemudian jor-joran menghabiskan kekayaan alam dengan habis-habisan, seperti yang terjadi di Kalimantan.