Oleh : Irfan Miswari
Independensi.com – Ditengah gencarnya serangan terhadap kebijakan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) oleh lawan-lawan politik yang dimuat diberbagai media, sedikit banyaknya ikut berpengaruh negatif terhadap citra PDI-P sebagai partai pengusungnya di Pilpres 2014 lalu. Indikator ini terlihat jelas di dua kekalahan PDIP di pilkada Propinsi banten dan DKI Jakarta.
Di ranah politik berbagai kemungkinan memang bisa terjadi, namun banyak pengamat memprediksi bahwa PDI-P akan menghadapi tantangan yang berat dari rivalitas politiknya di Pilgub Jawa Barat tahun 2018. Banyak memprediksi Pilkada Jawa Barat juga bakal mirip seperti Pilkada DKI Jakarta. Siapa yang menjadi pemenang di Jawa Barat memiliki modal besar untuk menentukan siapa pemenang Pilpres 2019.
Sebagai bahan catatan, penduduk Jawa Barat saat ini mencapai 46,7 juta jiwa, sedangkan penduduk Jawa Timur sebanyak 38,8 juta, Jawa Tengah 33,7 juta jiwa dan DJ. Jumlah penduduk yang besar merupakan lumbung penting bagi partai-partai untuk memenangkan calon pemimpinnya.
Pemilihan Kepala Daerah di Jawa Barat yang menelan anggaran Rp 1,6 triliun akan di gelar pada Juni 2018, berarti kurang dari setahun lagi pelaksanaannya. Pemilihan Umum termasuk PILKADA merupakan sarana untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, dimana hasil PILKADA seharusnya bisa mencerminkan keinginan rakyat pada level tertentu (propinsi).
Namun sistem kepartaian yang cenderung transaksional dan pragmatis dalam melakukan rekrutmen politik, membuat proses seleksi calon gubernur lebih fatsun kepada ; hasil “ polling “ , kedekatan dengan ketua umum dan pemilik modal sebagai sponsor.
Publik Jawa Barat berspekulasi bahwa Ridwan kamil memiliki peluang besar untuk menjadi kandidat dari partai berlambang Moncong Putih walaupun bukan kader internal partai. UU No 2 tahun 2008 mengenai Partai Politik sudah jelas mengamanatkan bahwa salah satu tujuan partai politik adalah memperjuangkan cita-cita partai dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Maka atas dasar tersebut partai politik memiliki fungsi sebagai lembaga yang melakukan pendidikan dan rekrutmen politik. Tidak pararelnya hubungan antara kaderisasi partai politik dan calon gubernur yang diusung memungkinkan partai pemenang Pilkada tidak mencerminkan realitas dan dinamika politik di pemilihan legislatif ataupun hasil pilpres pada periode tahun 2014.
Refleksi perolehan suara Pileg dan Pilpres di Jawa Barat 2014 bisa menjadi bahan evaluasi penting bagi semua partai yang menjagikan calonnya di Pilgub Jawa Barat.
Hingga tulisan ini dibuat, belum ada satu pasangan calon pun yang dideklarasikan sebagai pasangan tetap Cagub atau Cawagub Jabar 2018.
Alasan internal partai mungkin saja sebagai bagian dari strategi politik, namun publik lebih menilai kepada ketidaksiapan partai politik dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan .
Dipilihnya calon gubernur yang bukan berasal dari kader bisa merusak kinerja mesin politik dan harmonisasi kepengurusan di masing – masing partai. Sehingga hasil pilgub Jabar 2018 tidak akan mencerminkan realitas perolehan suara masing – masing partai pengusung di Pileg ataupun Pilpres 2014.
Koalisi yang terbangun pun nantinya bersifat semu atau rapuh. Dalam teori Riker disebut Minimal Winning Coalitions ( WMC ) – koalisi yang lebih menitikberatkan kepada kekuasaan.
Jika analisa Pilgub Jabar 2018 didasarkan kepada teori WMC , dimana struktur koalisi terbagi dua ; Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) maka data pileg dan pilpres 2014 di Jawa Barat akan memberikan gambaran kekuatan mesin politik dan suara dukungan sebagai berikut : KMP : PKS (12 Kursi) , Demokrat (12), Gerindra ( 11 ), PAN (4), PPP (9) dan Golkar (17). KIH : PKB (7 Kursi) , Hanura (3), Nasdem (5) dan PDI- P (20).
Sementara data perolehan suara hasil Pilpres 2014 Di Jawa Barat, Pasangan Prabowo – Hatta dari Koalisi Merah Putih memperoleh 14, 1 jutaatau 59,78 persen dan Pasangan Jokowi – JK dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) memperoleh 9,5 juta suara atau 40,2 persen.
Walau pun terlalu dini untuk menyatakan siapa yang akan menjadi pemenang di Pilgub Jawa Barat 2018, namun faktor kandidat itu menjadi sangat vital dan menentukan. PDIP harus selektif dan penuh dengan analisa matang dalam memilih kandidat yang diajukan di Pilgub Jabar. Jika tidak, kandidat yang diusung oleh PDI – P diprediksikan bakal menanggung beban berat dan mungkin berakhir dengan jalan kekalahan yang sama di Pilgub Banten dan DKI Jakarta atau mungkin bisa jadi sebaliknya?
Irfan Miswari, wartawan Independensi.com di Bandung, Jawa Barat