JAKARTA (IndependensI.com) – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam menilai pemerintah perlu lebih realistis seperti dalam menetapkan target pertumbuhan sebagaimana terdapat dalam RAPBN 2018 yang diajukan pemerintah.
“Kami melihat target pertumbuhan 5,4 persen masih terlalu optimis melihat kinerja dan prognosa ekonomi 2017 serta tantangan ekonomi tahun 2018,” kata Ecky Awal Mucharam di Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Menurut dia, memang kondisi ekonomi global secara umum telah mengarah pada perbaikan, tetapi sayangnya daya pacu dari perekonomian domestik hingga kini masih belum optimal.
Hal tersebut, lanjutnya, terindikasi antara lain dari banyaknya masyarakat kelas menengah atas yang lebih memilih untuk menyimpan dibandingkan mengeluarkan uangnya untuk menggairahkan situasi perekonomian. “Sedangkan masyarakat bawah masih tertekan daya belinya. Belum terlihat arah kebijakan fiskal dan ekonomi yang meyakinkan dari RAPBN 2018,” paparnya.
Ia mengingatkan bahwa target pertumbuhan ekonomi fantastis yang dijanjikan selama ini gagal dipenuhi oleh pemerintah. Pada APBN-P 2015, pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,7 persen dan hanya terealisasi 4,8 persen. Sementara itu, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 hanya 5,02 persen, meleset dari target 5,2 persen.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah optimistis bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan mengatasi masalah ketimpangan dan kemiskinan yang masih menjadi isu utama di Tanah Air.
“Pemerintah optimistis Indonesia dapat menciptakan pertumbuhan berkelanjutan dengan memastikan partisipasi masyarakat dalam konteks sosial, politik, dan ekonomi, mempermudah kepemilikan aset finansial dan non finansial, memastikan redistribusi sumber pendapatan negara yang lebih merata, memperluas kesempatan kerja dan wirausaha, memastikan akses pelayanan dasar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak dini, serta memperluas perlindungan sosial,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro.
Ketimpangan di Indonesia sendiri cenderung mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Namun, pada 2014, Indonesia mulai menurunkan rasio gini. Koefisien gini untuk Maret 2017 tercatat 0,393 atau turun dari angka 0,408 pada 2015.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai kisaran enam persen pada 2020-2021 yang didukung oleh perbaikan kinerja investasi maupun ekspor.
“Tahun depan, (pertumbuhan) kita 5,1-5,5 persen terus naik ke 5,3-5,7 persen di 2019. Setelah itu mudah-mudahan bisa di atas enam persen di 2020-2021,” kata Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo dalam pelatihan wartawan di Yogyakarta, Minggu (27/8/2017). (antaranews)
Bangga menjadi bangsa Indonesia