BOGOR (IndependensI.com) – Penyakit kaki gajah termasuk salah satu penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat. Sesuai dengan namanya, “penyakit kaki gajah” adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya pembesaran pada kaki penderitanya hingga menyerupai kaki gajah.
Sekalipun penyakit kaki gajah bukan penyakit yang mematikan, namun kondisi yang diakibatkannya sangat berat dan mengganggu, baik secara fisik maupun secara psikologis. Lebih dari itu, mengidap penyakit kaki gajah mungkin menjadi sesuatu yang dirasa memalukan bagi penderitanya.
Adakah cara efektif untuk mencegah agar terhindar dari penyakit yang seram tersebut? Sejauhmana pemahaman masyarakat tentang penyebab, dan cara-cara yang bisa dilakukan oleh warga masyarakat untuk terhindar dari penyakit kaki gajah?
Masalah itu pula yang menjadi perhatian Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 (UTA’45) Jakarta. Suka tidak suka, penyakit kaki gajah masih banyak ditemukan di beberapa daerah di negeri ini.
Dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi bidang pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat, mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta melaksanakan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi tentang penyakit kaki gajah atau filariasis dan memberikan konseling obat pada hari Rabu, 24 Mei 2017 lalu di Desa Cipeucang, kecamatan Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Pemilihan Desa Cipeucang sebagai lokasi kegiatan pengabdian masyarakat Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta karena Desa Cipeucang merupakan salah satu daerah endemis kasus filariasis. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia.
Dari hasil riset yang dilakukan banyak warga desa yang belum mengetahui ciri-ciri, tanda atau penyebab kaki gajah, termasuk penularannya. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk secara biologis, penyakit ini juga bersifat menahun (kronis).
Gejala dan tanda klinis pada tahap awal pasien akan merasakan demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Kemudian terjadi pembengkakkan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
Pada pasien kronis adalah pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti). Dampak dari penyakit filariasis adalah penderita tidak dapat bekerja secara optimal, bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain, sehingga dapat menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan negara.
Banyak faktor atau risiko yang mampu memicu timbulnya kejadian filariasis. Beberapa diantaranya adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan merupakan salah satu yang mempengaruhi kepadatan vektor filariasis. Lingkungan ideal bagi nyamuk dapat dijadikan tempat potensial berkembangbiak dan tempat istirahat nyamuk sehingga kepadatan nyamuk akan meningkat.
Selain factor lingkungan pemahaman penduduk tentang penyakit filariasis, factor kepatuhan dalam pengobatan juga sangat penting dalam penanggulangan endemic filariasis. Kemudian, factor keberhasilan dalam program promotif, preventive dan kuratif terhadap filariasis.
Untuk mendukung keberhasilan program promotif dan preventif terhadap kejadian filariasis maka penyuluhan dan konseling obat terkait filariasis adalah salah satu cara yang efektif untuk menekan terjadinya filariasis dimasyarakat.
Dari hasil riset sederhana yang dilakukan diperoleh data bahwa pemahaman masyarakat tentang penyebab kaki gajah memang sangat rendah. Upaya peningkatan pemahaman masyarakat tentang kaki gajah dan konseling obat di Desa Cipeucang mendapat sambutan antusias dari masyarakat setempat.
Kini kesadaran masyarakat Desa Cipeucang tentang penyakit kaki gajah makin tinggi, terbukti dari rasa ingin tahu lewat pertanyaan yang diajukan kepada tim pengabdi yang merupakan para apoteker. Mereka juga meminta informasi tentang pengobatan tradisonal, suplemen dan obat herbal lainnya. Indahnya berbagi pengetahuan tentang kesehatan bagi warga desa yang sangat antusias betapa sehat itu penting dan mahal. (Hadi Nugroho SKM M.Epid)