JAKARTA (Independensi.com) – Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa memang tidak membantah sindiran Presiden Joko Widodo bahwa banyak lulusan IPB yang bekerja di sektor perbankan.
Jokowi menyindir banyaknya sarjana pertanian yang bekerja di sektor perbankan dalam Sidang Terbuka Dies Natalis IPB ke-54 di Kampus IPB, Bogor, Rabu (6/9).
Namun Dwi Andreas memberikan tantangan, yaitu usaha di subsektor tanaman pangan baru benar-benar menarik apabila petani memiliki lahan yang luas.
Lebih lanjut dikatakannya, lahan yang luas pun apabila dengan sistem sewa belum tentu memberikan keuntungan optimal bagi petani.
Dwi juga menambahkan kemudahan akses kredit usaha rakyat di sektor pertanian menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menarik minat anak muda terjun di sektor pertanian.
Petani muda, lanjutnya, tentu butuh dukungan fasilitas pembiayaan yang mudah untuk usaha ini.
Meskipun bekerja di perbankan diakui relatif lebih menjanjikan, menurut Dwi, tidak menariknya sektor pertanian bagi sarjana muda utamanya disebabkan karena kebijakan pemerintah itu sendiri.
“Sektor pertanian terutama tanaman pangan seolah-olah untuk mendukung sektor yang lainnya, sehingga harga pangan ini ditekan, diupayakan serendah mungkin,” kata Dwi.
Kebijakan harga di tingkat produsen yang rendah tersebut hanya menguntungkan sektor lain seperti jasa industri atau sektor jasa.
“Karena ditekan sedemikian rupa, makin lama pendapatan petani semakin tergerus. Ketika pendapatan petani semakin tergerus, usaha di sektor tanaman pangan semakin tidak menguntungkan, siapa yang tertarik?,” ujar Dwi.
Dwi mencontohkan kebijakan Menteri Perdagangan tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras berdasarkan zonasi. Dwi mengatakan, kebijakan tersebut berpotensi besar menekan kesejahteraan petani.
“Karena middle man tidak akan mau rugi. Kerugian akan ditransfer ke petani langsung, dengan cara apa? Menekan pembelian gabah di petani,” kata Dwi.
Menanggapi sindiran Presiden Jokowi, Dwi memang tidak membantahnya. “Ya, memang kenyataannya seperti itu. Dulu saja waktu di (angkatan) kami, 50 persen lebih kerja di perbankan,” ujar Dwi seperti dikutip dari laman kompas.com, Rabu (6/9).
“Itu sekitar tahun 1985-1986. Jadi berlangsungnya sudah lama,” kata Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) itu.
Ketika itu, lanjut Dwi, banyak bank membuka lowongan pekerjaan besar-besaran sehingga banyak sarjana pertanian yang memilih meninggalkan ladang.
Akan tetapi kondisi ini, kata dia, tidak hanya terjadi untuk lulusan IPB saja. Banyak jebolan kampus lain yang juga akhirnya bekerja tidak di sektor pertanian. Kondisi sekarang, menurut dia, tak jauh berbeda.
Jokowi Inspeksi
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku sudah mengecek sendiri di jajaran direksi perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sangat banyak lulusan IPB bekerja di sana, mulai dari level direksi hingga manajer tengah.
“Terus yang ingin jadi petani siapa? Ini pertanyaan yang harus dijawab oleh mahasiswa-mahasiswa. Harus saya sampaikan apa adanya karena itu data yang saya peroleh,” kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, harusnya mahasiswa lulusan IPB bisa bekerja untuk sektor pertanian yang lebih modern. (Berbagai sumber)