JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) memastikan target produksi perikanan budidaya terus meningkat setiap tahunnya.
Hingga tahun 2019, produksi perikanan budidaya diharapkan mampu mencapai 31,3 juta ton. Demikian dalam keterangan tertulis diterima Independensi.com, Selasa (19/9) malam.
Untuk itu diperkuat tiga faktor penentu keberhasilan usaha perikanan budidaya, yaitu: pertama, jaminan ketersediaan induk dan benih unggul; kedua, penerapan biosecurity yang ketat, Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB), Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), dan monitoring residu serta kesehatan ikan; dan ketiga jaminan mutu kualitas air dan lingkungan sekitar usaha budidaya.
Khusus jaminan ketersediaan induk dan benih unggul, dalam berbagai kesempatan, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyampaikan bahwa DJPB tahun 2017 menargetkan produksi benih ikan baik laut, payau maupun tawar sebanyak 155 miliar ekor.
Benih ikan sebanyak itu guna mendukung target produksi ikan tahun 2017 sebesar 9,4 juta ton dari total target produksi perikanan budidaya 22,79 juta ton (termasuk rumput laut).
Untuk itu, KKP terus berupaya agar target ketersediaan benih ikan dapat terpenuhi baik secara kuantitas maupun kualitas.
Salah satu upaya strategis yang dilakukan KKP untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu mendorong usaha perbenihan menuju skala industri.
Itu karena penyediaan induk dan benih ikan unggul pada tahapan usaha pembenihan dalam sistem usaha perikanan budidaya menjadi tulang punggung dan salah satu faktor penentu keberhasilan.
Slamet mengungkapkan hal tersebut saat membuka secara resmi acara Workshop Perbenihan Ikan Nasional (WPIN) 2017 yang diselenggarakan oleh Tcomm dan Majalah TROBOS Aqua bekerjasama dengan DJPB di Bogor pada awal bulan ini.
“Benih merupakan kebutuhan utama dalam suatu usaha perikanan budidaya. Benih yang diperlukan saat ini dan kedepan adalah benih bermutu yang dihasilkan oleh induk unggul, dikelola oleh instalasi pembenihan yang berkompeten dan terakreditasi” tegasnya.
Slamet juga menyampaikan bahwa ”Transformasi Perbenihan dan Ketangguhan Benih Ikan Nasional” yang diambil menjadi tema workshop ini, harus dapat menjadi titik tolak untuk menghasilkan suatu industri perbenihan yang memperhatikan lingkungan. Baik lingkungan usaha budidaya maupun lingkungan sekitarnya.
“Sinergitas, kerjasama dan kemitraan yang intens dan saling menguntungkan dari hulu sampai hilir sangat diperlukan untuk membangun suatu industri perbenihan. Bahkan dapat menjadi cikal bakal dari suatu industri perikanan budidaya,” kata Slamet.
Sebelumnya, pada pertemuan Symposium on Disease in Asian Aquaculture ke-10 (DAA10) yang belum lama ini diselenggarakan di Bali terungkap bahwa menjaga dan menggunakan induk unggul yang bebas penyakit maka akan berkontribusi menjamin tingkat keberhasilan budidaya hingga 20% lebih tinggi dibanding menggunakan benih biasa. Jaminan keberhasilan usaha akan meningkat sampai 95% apabila lingkungan usaha budidaya terjaga dari limbah.
Melihat kondisi tersebut, lanjut Slamet, dalam industri perbenihan kepastian dan kemandirian dalam hal penyediaan induk unggul dan benih bermutu, harus menjadi tujuan utama.
Hal ini bisa diupayakan dengan membangun jejaring bisnis, distribusi induk unggul dan benih bermutu, penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang handal, penerapan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) atau Standard Operating Procedure (SOP) yang mutakhir, serta penerapan teknologi yang efektif, efisien serta ramah lingkungan seperti Recirculating Aquaculture System (RAS).
“Semua pihak yang terkait dengan perikanan budidaya harus mampu memanfaatkan teknologi yang mengarah kepada peningkatan produktivitas dan kualitas benih. Sehingga mampu memberikan keuntungan baik secara sosial dan ekonomi, serta tetap mengedepankan keberlanjutan dan ramah lingkungan,” ungkap Slamet.