Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi. (Humas Kementerian Pertanian)

Tak Hanya Produksi, Kebijakan Kementan Juga Tingkatkan Kinerja Perdagangan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi mengatakan kinerja perdagangan komoditas pertanian terlihat dari neraca atau selisih nilai ekspor dengan impor.

Itu menunjukkan kebijakan pangan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tidak hanya mendorong peningkatan produksi dan menjamin ketersediaan pangan strategis.

Namun, lanjut Suwandi, berhasil juga meningkatkan kinerja perdagangan komoditas pertanian, demi mensejahterakan petani.

Berdasarkan data BPS, nilai ekspor komoditas pertanian bulan Januari hingga Agustus 2017 mencapai US$ 22,18 miliar, sedangkan nilai impor hanya US$ 11,20 miliar, sehingga surplus US$ 10,98 miliar.

Surplusnya ini naik 101 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang hanya surplus US$ 5,46 miliar.

“Dengan data ini, kebijakan Menteri Pertanian yang strategis utamanya kebijakan pengendalian rekomendasi impor dan mendorong ekspor sudah on the right track dalam meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Ekspor kopi, karet, kelapa sawit, kelapa, pala, lada, kacang hijau, nanas, dan lainnya naik signifikan,” demikian kata Suwandi di Jakarta, Jumat (22/9/2017) dalam keterangan tertulis kepada Independensi.com.

Suwandi menegaskan sejak Januari tahun 2016 hingga Agustus 2017 tidak ada impor beras medium, cabai segar dan bawang merah konsumsi. Kementan pun berhasil meningkatkan produksi jagung sehingga impor jagung di tahun 2016 turun 62 persen dan sejak Januari hingga Agustus 2017 ini tidak ada impor jagung pakan ternak.

“Perlu dicermati, adapun impor beras di awal tahun 2016 kemarin merupakan luncuran dari sebagian kontrak impor beras BULOG tahun 2015. Kemudian di tahun 2017, yang diimpor bukanlah beras konsumsi jenis medium, akan tetapi merupakan jenis menir sebagai bahan industri,” tegas dia.

Menurut Suwandi, ini membuktikan sejak 2016 sudah swasembada beras karena konsumsi beras 100 persen dari produksi sendiri dan tidak ada impor beras medium yang dikonsumsi masyakarat luas.

Sesuai data BPS, impor beras Januari hingga Agustus 2017 sebesar 191 ribu ton. Impor tersebut bukan beras medium, tetapi beras pecah 100% (menir) sebesar 187 ribu ton dan sisanya berupa benih dan beras termasuk beras khusus.

Untuk itu, Suwandi menilai ekspor-impor beras khusus jenis tertentu ini wajar dalam perdagangan dunia karena tidak diproduksi di dalam negeri. Indonesia pun juga sudah ekspor beras merah, beras hitam, beras organik dan lainnya.

Sementara itu, sambungnya, jagung yang diimpor di tahun 2017 sebesar 290 ribu ton ini bukan merupakan jagung pipil untuk kebutuhan pakan ternak. Akan tetapi jagung untuk bahan pemanis sweetener dan gluten pada industri makanan dan minuman.

Itu artinya sudah swasembada jagung karena seluruh kebutuhan jagung pakan ternak sudah diproduksi sendiri.

“Ke depan, Kementan sudah meminta kepada Kementerian terkait bahwa impor bahan baku penolong industri yang berasal dari padi, jagung, kedelai dan ubi kayu ke depan agar dapat diatur melalui rekomendasi dari Kementan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi petani dan produk pangan yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga petani lebih sejahtera,” pungkas Suwandi.