BANDARLAMPUNG (IndependensI.com) – Ketua Dewan Pers Indonesia Yosep Adi Prasetyo mengingatkan bagi jurnalis yang ikut dalam kompetisi pemilu atau menjadi tim sukses (TS) calon kepala daerah untuk nonaktif sementara waktu atau mundur secara permanen.
“Pilihan yang paling lunak bagi jurnalis yang ikut dalam kompetisi pemilu atau tim sukses adalah mengundurkan diri untuk sementara waktu dari profesinya sebagai jurnalis atau nonaktif,” kata Yosep Adi Prasetyo yang akrab disapa Stanley, di Bandarlampung, Selasa (3/10/2017) petang.
Stanley bersama anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi berada di Lampung untuk menjadi narasumber Workshop Menjaga Netralitas dan Independensi Media Dalam Pilkada 2018 yang digelar Dewan Pers di Hotel Emersia Bandarlampung, dan diikuti kalangan pers serta perwakilan instansi pemerintah maupun unsur kepolisian.
Menurut Stanley, akan lebih baik bagi jurnalis yang ikut berkompetisi dalam pemilu atau TS itu untuk mengundurkan diri secara permanen.
“Aturan main yang lebih tegas berkaitan dengan jurnalis yang mencalonkan diri sebagai caleg atau tim sukses adalah mengundurkan diri secara permanen dari profesi jurnalistiknya,” katanya pula.
Alasannya, menurut Stanley, dengan menjadi caleg/tim sukses ia berjuang untuk kepentingan politik pribadi atau golongannya. Padahal tugas utama jurnalis adalah mengabdi pada kebenaran dan kepentingan publik. Karena itu, ketika jurnalis memutuskan menjadi caleg/tim sukses, ia kehilangan legitimasinya untuk kembali pada profesi jurnalistik.
Secara khusus, kepada wartawan usai workshop tersebut, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo membenarkan berkaitan pedoman prinsip independensi itu, pihaknya telah meminta Ketua Umum PWI Pusat Margiono yang berencana mencalonkan diri sebagai bupati untuk mengambil langkah tersebut.
Begitupula bagi pimpinan organisasi pers atau wartawan di daerah lain termasuk pimpinan organisasi pers maupun para wartawan yang menjadi caleg atau TS di Lampung, diingatkan untuk melakukannya pula.
“Kami akan sampaikan imbauan atau edaran Dewan Pers berkaitan dengan hal tersebut,” ujar Stanley pula.
Pada workshop tersebut, Stanley juga mengingatkan kembali media dan para wartawan untuk menjaga independensi dan terus meningkatkan profesionalisme serta kompetensinya.
Ia juga mengungkapkan adanya fakta media yang berpihak pada para pemiliknya yang mendukung calon tertentu, terutama pemilik yang masuk ke politik (ikut partai, buat partai, pemimpin partai, afiliasi partai) serta media yang tampak mempromosikan para calon yang didukung partai sang pemilik.
“Media seperti itu melalui newsroomnya belum independen dan memiliki kepentingan serta keberpihakan ditunjukkan melalui cara pemberitaan dan iklan terselubung,” katanya lagi. Dia minta media memperjelas iklan (advertorial) dan berita seperti itu.
Stanley juga mengingatkan media dan para jurnalis untuk dapat tetap menjaga independensi ruang pemberitaan (news room), menjaga pagar api (firewall) dengan peran dan figur pemred sangat vital, memuat standar operasional prosedur (SOP) internal tentang pemuatan materi kampanye dan iklan, termasuk ‘partai sendiri’, dan setiap media membentuk ombudsman media.
“Masyarakat perlu secara aktif membuat pengaduan ke Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Bawaslu bila mengetahui adanya pelanggaran pedoman dan ketentuan tersebut,” ujarnya lagi.
Dia menegaskan bahwa independensi adalah keadaan yang tidak bergantung kepada orang lain, keadaan tidak merdeka, tidak di bawah kekuasaan atau pengaruh negara lain.
Dengan demikian jurnalis independen adalah jurnalis yang mandiri, merdeka dan tak bergantung kepada pihak mana pun. Ia punya sikap mandiri untuk mempertahankan prinsip kebenaran. “Media harus independen. Wartawan harus independen. Media yang independen hanya bisa terwujud apabila wartawannya independen,” kata dia pula.
Wartawan independen, lanjut Stanley, adalah wartawan yang mandiri, merdeka dan tak bergantung kepada pihak mana pun. Ia punya sikap mandiri untuk mempertahankan prinsip kebenaran.
Independensi di sini adalah independensi pikiran, dari kelas atau status ekonomi dan independensi dari ras, etnis, agama, dan gender, kata dia lagi.
“Ini berarti wartawan dalam menulis berita melepaskan semua yang ada pada dirinya. Ia bertugas melaporkan dan menunjukkan fakta apa adanya, tanpa takut pada sebuah kelompok, objektif atau bebas dari benturan kepentingan, dan tidak membiarkan terjadi salah saji material atau material misstatement, jujur dan adil atau fairness tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi,” ujar Stanley pula. (antara/kbn)