BOGOR (Independensi.com) – Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai pentingnya mempertemukan pembudidaya dengan lembaga pembiayaan sehingga pembudidaya dapat terfasilitasi dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan dengan berbagai skema.
Pasalnya, lebih dari 85% pelaku usaha kelautan dan perikanan termasuk pembudidaya ikan masuk dalam kategori skala mikro dan kecil. Sebagian besar dari mereka memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan baik perbankan maupun non perbankan.
Akibatnya, telah secara langsung menurunkan kemampuan pembudidaya untuk meningkatkan skala usahanya.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, saat memberikan sambutan dalam acara fasilitasi akses pembiayaan di Bogor (7-8/11/2017) dalam keterangan persnya kepada Independensi.com.
Slamet menambahkan KKP sejak lama terus melakukan berbagai terobosan dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk memfasilitasi akses pembiayaan bagi pembudidaya. Di antara berbagai terobosan dan kerjasama yang dilakukan oleh KKP, yaitu:
Pertama, Pra-Sertifikasi Hak Atas Tanah Bagi Pembudidaya Ikan (Pra-SeHATKan).
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara KKP dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai upaya dalam fasilitasi proses sertifikasi hak atas tanah pembudidaya ikan, baik di pusat hingga di Kantor Pertanahan Kabupaten/kota.
Melalui sertifikat yang dimiliki, maka pembudidaya memiliki peluang yang lebih besar dalam mengakses pembiayaan. Tahun 2017 merupakan tahun kelima kegiatan ini dan ditargetkan 11.000 bidang tanah milik pembudidaya dapat tersertifikasi, naik dari tahun 2016 yang lalu sebanyak 10.903 bidang dimana saat ini sudah masuk tahap pengukuran oleh BPN.
”Memperhatikan masih banyaknya lahan produktif untuk usaha pembudidayaan ikan yang belum bersertifikat serta mengingat besarnya harapan pembudidaya ikan untuk mengembangkan usahanya melalui penyediaan jaminan akses perbankan dan sumber pembiayaan lainnya. Saya mengharapkan agar kegiatan semacam ini dijadikan program prioritas karena sangat efektif dalam meningkatkan kemandirian dan jiwa kewirausahaan pembudidaya ikan,” tegas Slamet.
Kedua, Pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat. Dalam hal pembiayaan, KKP telah melakukan kerjasama dengan perbankan untuk pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yakni dengan Bank Indonesia, PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk., PT. Bank Syariah Mandiri, PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk.
“Kami terus mendorong pembudidaya agar mau memanfaatan kredit perbankan baik melalui skema KUR maupun komersial. Pembudidaya yang telah mengikuti program SEHATKAN dan memiliki agunan, jangan segan-segan untuk memanfaatkan kredit perbankan agar skala usahanya dapat meningkat sehingga pendapatanpun meningkat,” harap Slamet.
Ketiga, Pemanfaatan Program CSR/PKBL BUMN. KKP bekerjasama dengan Kementerian BUMN guna mendorong perusahaan BUMN untuk menyalurkan program Corporate Social Responsibility maupun Program Kemitraan Bina Lingkungan (CSR/PKBL) ke sektor perikanan budidaya. Di antaranya yang sudah terjalin yaitu kerjasama dengan PT. Pelni (Persero) dan Bank Mandiri.
Melalui kerjasama ini, sejak tahun 2016 telah berhasil disalurkan dana melalui Program Kemitraan/PKBL sebesar Rp. 480 juta untuk 9 orang pembudidaya di Kabupaten Indramayu. Kerjasama ini berlanjut pada tahun 2017 dan telah tersalurkan dana sebesar Rp. 1,4 M untuk 38 orang pembudidaya ikan di Kabupaten Pemalang dan Demak.
Tidak berhenti disitu, untuk tahun 2018, KKP terus melanjutkan kerjasama dengan PT. Pelni dan KKP mengusulkan lebih banyak kabupaten yang bisa terjangkau, yaitu di 9 Provinsi dan 38 Kabupaten/Kota. Pemilihan Kabupaten/Kota tersebut antara lain berdasarkan Sertifikat Sehatkan yang telah dimiliki.
Sedangkan dengan Bank Mandiri, kerjasama dilakukan dalam bentuk pemanfaatan program CSR, diantaranya untuk pengembangan tambak rintisan program perhutanan sosial di Desa Pantai Bakti Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi yang belum lama ini diresmikan oleh Presiden Jokowi.
Keempat, Pembentukan Badan Layanan Umum LPMUKP. KKP juga sudah melakukan berbagai upaya untuk semakin mempermudah masyarakat pembudidaya mengakses pembiayaan, langkah tersebut antara lain dengan membentuk Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP). BLU LPMUKP memiliki tugas untuk melaksanakan pengelolaan dana bergulir yang berpendampingan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah sektor kelautan dan perikanan sesuai amanat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomer 3 tahun 2017.
Direktur BLU LPMUKP, Syarif Syahrial menyampaikan bahwa berdasarkan portofolio tahun 2017, target penyaluran dana bergulir sebesar Rp. 500 milyar dengan rincian untuk usaha garam rakyat dan usaha masyarakat pesisir sebesar Rp. 69,5 M (14%), usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebesar Rp. 80 M (16%), usaha pembudidayaan ikan sebesar Rp. 100 M (20%) dan untuk usaha penangkapan (nelayan) sebesar Rp. 250,5 M (50%).
Kelima, Asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil. Pada tahun 2017 ini, KKP segera meluncurkan program Asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil (APPIK). APPIK merupakan terobosan terbaru dari KKP untuk menjamin keberlangsungan usaha pembudidaya ikan kecil. Program ini merupakan penjabaran dari Permen KP No. 18 tahun 2016 tentang Jaminan Perlindungan atas Resiko kepada Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam “melalui asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan khususnya yang skalanya masih kecil, maka perlindungan atas risiko yang dialami oleh Pembudidaya ikan kecil dalam usaha pembudidayaan ikan akan semakin terjamin, sehingga perbankan tidak ragu-ragu lagi mengucurkan kreditnya,” ujar Slamet.
Slamet menjelaskan bahwa asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil setidaknya akan mengcover lahan budidaya seluas 3.300 hektar untuk usaha pembesaran udang atau polikultur udang di tambak dengan teknologi sederhana.
”Alhamdulillah Polis Standar yang telah disusun oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) telah mendapat persetujuan dari OJK dan persyaratan administrasi untuk proses lelang juga sudah dipenuhi oleh AAUI. Setelah ijin produk OJK keluar, selanjutnya proses lelang dapat dilakukan. Harapan kami, jika Nopember ini semua proses lelang selesai maka pembudidaya akan tercover hingga Nopember 2018,” jelasnya.
Keenam, Penerbitan Kartu KUSUKA. Sebagai bagian dari implementasi program One Data, KKP telah menerbitkan kartu Pelaku Usaha Bidang Kelautan dan Perikanan atau biasa disebut Kartu KUSUKA.
Kartu ini dimaksudkan untuk memberikan identitas yang jelas bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan termasuk di dalamnya adalah pembudidaya ikan. Selain itu, kartu ini akan menjadi basis data untuk memudahkan perlindungan, pemberdayaan, pelayanan dan pembinaan bagi pelaku usaha KP juga menjadi sarana pemantauan dan evaluasi pelaksanaan berbagai program yang ada di KKP.
Bagi lembaga pembiayaan baik perbankan maupun non perbankan, keberadaan kartu KUSUKA akan mempermudah dalam identifikasi calon debitur yang akan memanfaatkan berbagai kredit atau pinjaman untuk usaha di bidang kelautan dan perikanan.
“Dengan berbagai kerjasama dan terobosan yang sudah dilakukan oleh KKP, kami berharap persoalan permodalan yang selama ini dihadapi oleh pembudidaya dapat semakin teratasi. Pada akhirnya, usahanya semakin bankable dan pembudidaya diharapkan dapat semakin mandiri dalam mengakses dan memanfaatkan berbagai sumber pembiayaan,” pungkas Slamet.