Ilustrasi. (Dok/Ist)

Ajang IBL Gunakan “Salary Cap”

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Pihak administrator Liga Bola Basket Indonesia (IBL) menargetkan aturan tentang batas gaji atau “salary cap” bisa diterapkan mulai musim 2019-2020 agar kekuatan setiap tim semakin seimbang. Hal itu karena, seperti disebutkan Direktur IBL Hasan Gozali, “salary cap” akan membatasi pengeluaran minimal dan maksimal setiap tim yang berlaga di IBL.

“Jadi tim-tim kuat yang memiliki anggaran besar akan dibatasi pengeluaran maksimalnya. Sementara bagi tim-tim kecil, juga ada pembatasan minimal untuk gaji,” ujar Hasan sepert dikutip dari Antara, Kamis (23/11). Dia melanjutkan, kebijakan penentuan “salary cap” ini juga bisa membuat klub semakin transparan dalam hal gaji pemain. Sebab, sebelum menentukan batas atas dan bawah gaji, semua tim wajib memberikan dengan rinci penghasilan para pemainnya.

Sebagai langkah awal menuju penerapan “salary cap” di liga, pihak IBL terlebih dahulu akan menjalankan sistem draft untuk pemain lokal mulai di IBL musim 2018-2019, seperti halnya para pemain asing. Untuk masuk draft, pemain lokal itu harus memiliki agen dan sudah ditentukan batas minimal gajinya. Adapun dalam dua musim terakhir yaitu IBL 2017 dan IBL 2017-2018, IBL sebenarnya sudah menerapkan “salary cap” tetapi khusus untuk pemain asing. Setiap tim di IBL tersebut wajib memiliki dua pemain asing yang total gajinya maksimal sebesar US$ 4.000.

Gaji Pemain 

Sementara itu, klub Liga Bola Basket Indonesia (IBL) 2017 JNE Siliwangi Bandung yang dimiliki oleh PT Bandung Utama Raya terancam dibawa ke ranah hukum jika tidak bisa melunasi gaji para pemainnya. Ancaman itu disampaikan Hasan, hanya saja pihaknya bersama Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) masih memberikan kesempatan bagi manajemen PT Bandung Utama Raya menyelesaikannya secara internal.

“Kami dengan Perbasi sudah melayangkan teguran. Kalau tidak bisa juga melunasi gaji pemainnya, kami akan melayangkan gugatan perdata,” ujar Hasan. Dirinya enggan mengungkapkan batas waktu yang diberikan kepada PT Bandung Utama Raya untuk menunaikan kewajibannya. IBL, kata dia, memberikan kewenangan penentuan tenggat itu kepada Perbasi.

Keterlambatan JNE Siliwangi melunasi gaji para pemainnya dijadikan alasan oleh beberapa pemain JNE Siliwangi melakukan pengaturan skor (match fixing). Meski menganggap bahwa gaji yang tertunggak tidak bisa dijadikan pembenaran tindakan pengaturan skor, IBL dan Perbasi tetap melakukan penyelidikan atas kasus gaji tersebut.

Sebelumnya, Ketua Umum Perbasi Danny Kosasih menyatakan, Perbasi memberikan waktu dua bulan bagi pemilik JNE Siliwangi Bandung, PT Bandung Utama Raya, untuk melunasi utangnya. “Pelunasan gaji harus dilakukan dalam waktu dua bulan. Jika tidak bisa dilakukan, akan ada sanksi,” kata Danny. Salah satu sanksi yang bisa saja diberikan oleh Perbasi, lanjut Danny, adalah individu-individu di manajemen perusahaan penaung JNE Siliwangi Bandung tidak boleh terlibat dalam semua kegiatan bola basket di Indonesia.

Sebagai informasi, saat bermain di IBL 2017, JNE Siliwangi Bandung dimiliki oleh PT Bandung Utama Raya. Akan tetapi, untuk IBL musim terkini 2017-2018 yang mulai digelar 8 Desember 2017, JNE Siliwangi Bandung sudah berganti kepemilikan dan dikelola PT Neosport Maung Indonesia (NMI) dan berubah nama menjadi Siliwangi Bandung. Perbasi sendiri memastikan bahwa pergantian pemilik tidak berpengaruh terhadap kewajiban PT Bandung Utama Raya atas gaji pemain.