BOGOR (IndependensI.com) – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane saat ini tengah membangun dua bendungan kering (dry dam) yakni Bendungan Sukamahi dan Ciawi di Kabupaten Bogor. Sebagai upaya Pemerintah dalam mengurangi kerentanan kawasan metropolitan Jabodetabek dari bencana banjir,.
Kedua bendungan ini akan menahan aliran air dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango sebelum sampai ke Bendung Katulampa yang kemudian mengalir ke Sungai Ciliwung. Selain itu bendungan juga bermanfaat untuk konservasi air dan pembangunan pariwisata di Jawa Barat.
“Jumlah titik banjir di Jakarta bisa berkurang cukup siginifikan. Jika saat ini ada 78 titik banjir di Jakarta, maka kehadiran dry dam bisa membuat titik banjir berkurang menjadi tinggal 38 titik saja,” kata Kepala BBWS Ciliwung-Cisadane Kementerian PUPR Jarot Widioko saat berada di lokasi pembangunan bendungan Sukamahi, Bogor, Kamis (23/11/2017).
Dari penelusuran debit banjir kala ulang 50 tahun, dengan dibangunnya Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi mengurangi debit banjir di Pintu Air Manggarai sebesar 577,05 m3/det. Bila dikurangi dengan debit Sungai Ciliwung yang nantinya dialirkan Kanal Banjir Timur melalui Sudetan Ciliwung sebesar 60 m3/det maka debit di PIntu Air Manggarai sebesar 517,05 m3/det.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung – Cisadane menjelaskan, Secara keseluruhan di Jakarta akan berkurang risiko banjir 12 persen dengan menggeser waktu puncak banjir 2 -4 jam. Air hujan yang turun di Ciawi dan Sukamahi langsung tertampung di bendungan tersebut kemudian mengalir lewat terowongan secara konstan dengan kecepatan 45 meter kubik per detik ke KBT sampai Pintu Air Manggarai.
Jarot menambahkan, pembangunan dua bendungan kering ini merupakan perhatian dan komitmen pemerintah untuk mengendalikan banjir tidak hanya di hilir melainkan sejak dari hulu. “Dry dam ini sangat unik. Karena baru ada airnya jika intensitas hujannya tinggi terutama di musim penghujan. Kalau musim kemarau bendungan ini kering. Selain itu bendungan ini dibuat dengan desain Q50 yang berarti debit itu mungkin terjadi satu kali dalam 50 tahun. Probabilitas tercapainya debit 50 tahun adalah sekali dalam 50 tahun,” tegasnya
Jarot menjelaskan, secara alami, air hujan yang turun harusnya langsung masuk ke tanah. Namun yang terjadi sekarang air hujan menggenangi tanah dan mengalir ke selokan dengan membawa sedimentasi tanah. Akibatnya, sungai yang tidak pernah dikeruk dan mengalami perluasan membuat daya tampungnya menjadi penuh hingga menggenangi kawasaan permukaan. “Kondisi ini bertambah parah ketika air tanah dieksploitasi secara massif untuk berbagai keperluan permukiman dan industri,” ujarnya.
Pengendalian banjir di Jakarta tidak bisa dilakukan melalui upaya struktural atau pembangunan fisik seperti kegiatan normalisasi sungai dan membangun bendungan, melainkan juga dengan kegiatan non struktural seperti kampanye penyadaran masyarakat, tata ruang, dan pembuatan berbagai sumur resapan di lingkungan rumah masing-masing.
Kontrak Pembangunan Bendungan Ciawi ditandatangani pada 23 November 2016 antara pihak SNVT PJSA Ciliwung Cisadane dan Abipraya-Sacna KSO sebagai pihak kontraktor dengan nilai pekerjaan konstruksi Rp 757,8 miliar melalui kontrak tahun jamak (multi years). Bendungan Ciawi merupakan bendungan kering (dry dam) memiliki volume tampung 6,45 juta m3 dan luas area genangan 29,22 hektar.(***)