Ilustrasi. (Humas Kementerian Pertanian)

Kedelai Nasional Jadi Primadona Lewat ‘Branding’. Begini Caranya

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kedelai lokal non Genetically Modified Organism (GMO) yang dibudidaya oleh petani memiliki potensi untuk diolah dan dikembangkan menjadi primadona.

Dengan demikian akan memberikan keuntungan ekonomi baik kepada petani maupun pelaku usaha agribisnis.

Namun hal itu harus memenuhi berbagai persyaratan, seperti: paradigma pola pikir lama tentang kedelai yang hanya diolah menjadi tempe dan dijual di pasar maupun di warung-warung kecil, diubah dengan mem-‘branding’ tempe hingga dijual dicafe dan memiliki gengsi tersendiri.

Hal itu tentunya dengan proses pengolahan yang higenis dan ‘packaging’ yang menarik. Sedangkan jika diolah dan langsung dijual hanya memberikan sedikit keuntungan.

“Nilai tambah produk hasil olahan hanya memberikan peningkatan 5% pendapatan, untuk meningkatkannya, maka pendekatannya adalah komoditas di-‘branding’, ‘branding’ jauh memberikan keuntungan yang lebih besar, analoginya, jika beli kopi sekilo harga Rp50.000 jika kita ke cafe secangkir kopi dihargai Rp50.000 artinya yang kita beli adalah ‘brand’. Nah yang saya inginkan demikian juga, untuk tempe dari kedelai lokal dinaikan statusnya diolah, ‘packaging’ dan di-‘branding’, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi,” kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Gatot Irianto di Festival Produk Olahan Kedelai Nasional yang diselenggarakan di Jogya Expo Center, Minggu (10/12/2017), dalam keterangan persnya kepada Independensi.com.

Gatot menambahkan saatnya mengangkat kedelai lokal dengan pendekatan jualan ‘brand’. Elit, terbatas, dan ini semakin akan dicari orang. Untuk itu yang harus dilakukan adalah diolah secara higenis, di-‘packaging’ yang menarik dan kemudian di-‘branding’.

“Jadi berbicara peningkatan pendapatan maka kita harus jualan ‘brand’. Kedelai lokal ini yang akan kita ‘branding'”, ujarnya.

Sementara itu, mewakili Gubernur DIY, Assisten bidang keistimewaan , Didiek Purwadi mengatakan kedelai lokal mempunyai peluang besar karena ada perubahan pola makan masyarakat dari hewani ke nabati. Ini, lanjutnya, merupakan peluang bagi dunia usaha dibidang pangan olahan.

Pemerintah saat ini menargetkan tanam kedelai seluas 500.000 hektare dengan anggaran APBNP 2017 yang dipusatkan di 20 propinsi mulai dari Sumatera seluas 153.000 hektare, Jawa 130.000 hektare, Kalimantan 27.000 hektare, Sulawesi 110.000 hektare, NTT dan NTB masing masing 40.000 hektare.