Mantan Gubernur Sumatera Utara Ir Gatot Pujo Nugroho terlibat kasus korupsi dalam penggunaan dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara. Gatot Pujo Nugroho yang merupakan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini mendekam di LP Sukamiskin Bandung.

Megawati Membebaskan Sumut dari SUMUT

Loading

IndependensI.com – Sudah sejak lama Sumatera Utara (Sumut) sebagai ladang korupsi, pungli dan segala bentuk penggerogotan uang negara oleh berbagai pihak, sehingga Sumatera Utara diplesetkan menjadi SUMUT alias Semua Urusan Mesti Uang Tunai. Senang atau tidak, pernah mengalami atau bahkan justru menikmatinya, terserah pribadi menanggapinya.

Tidak tanggung-tanggung, dua gubernur Sumut masuk bui karena korupsi dengan putusan pengadilan berkuatan hukum tetap. Beberapa pejabatnya juga turut menjadi koruptor, namun kalau sebutan semua urusan mesti uang tunai, tentu pejabat SumUt harus masuk bui semua, namun itu urusan penegakan hukum saja, tetapi yang jelas SumUt daerah panas, semua tahu sebutan ; “Ini Medan Bung”, serta “Siantar Man”, menunjukkan ciri khas SumUt, memang sepertinya “ganas”.

Perhitungan-perhitungan itulah mungkin, mengapa Surya Paloh sebagai Ketua Umum Partai Nasdem ganti cagubnya, yang semula mendukung Tengku Erry Nuradi, petahana Gubsu, sebagai calon untuk Pilkada 2018, menggantinya dengan Edy Rahmayadi, jenderal bintang tiga aktif yang sekarang masih menjabat Pangkostrad.

Apakah ada kaitan SUMUT dengan urungnya Nasdem jagokan Tengku Erry Nuradi? Surya Paloh yang tahu. Diusungnya Edy Rahmayadi apakah karena Pangkostrad itu dianggap bersih dari lika-liku perbuatan merugikan keuangan negara, mungkin saja.

Yang lebih menaraik dan brilian adalah keputusan Ketua Umm PDIP Megawati Soekarnoputri yang menjagokan Djarot Saiful Hidayat berpasangan dengan Sihar Hamonangan Pangihutan  Sitorus untuk Sumut 2018-2023, alasannya mudah ditebak. Yaitu membebaskan Sumatera Utara (Sumut) dari Semua Urusan Mesti Uang Tunai (SUMUT).

Djarot Saiful Hidayat sudah teruji, sebagai Anggota DPRD Jatim 1999-2000, Walikota Malang 2000-2010, Anggota DPR RI 2014-2019 hingga Wakil Gubernur DKI sampai mengakhiri tugas sebagai Gubernur KDKI 2017.

Akademisi yang berpenampilan apa adanya ini, seolah manusia yang telah selesai dengan dirinya sebab tanpa ambisi, mungkin diharapkan Megawati akan mampu meredam ke-“ganas”-an SUMUT di Sumut. Sebagai politisi dan birokrat, selama ini Djarot tidak tergiur dengan perbuatan curang apalagi memperkaya diri sendiri dengan merugikan keuangan negara.

Demikian juga harapan terhadap Sihar Sitorus, putra konglomerat Batak, DL Sitorus, tidak mungkin dia mau makan uang haram sementara warisan almarhum ayahnya saja bisa digunakan untuk amal dan kegiatan sosial.

Dapat dipatikan bahwa Megawati tidak meminta “mahar” dari Djarot-Sihar dalam pencalonannya sebagai pasangan Cagub/Cawagub Sumut, demikian juga para elit partai PDI-P tidak mungkin main-main dengan uang, dengan demikian, kedua pasangan ini tidak memiliki beban mengembalikan dana yang habis dari Sumut apabila menjabat nanti.

Sebab ditengarai, calon-calon Kepala Daerah yang bermain dengan uang mahar dan money politics, terpaksa berupaya mengembalikan “dana yang habis”, baik sebagai dana politik apalagi money politics.

Maka banyak pergunjingan tentang adanya foto yang dipertontonkan membagi-bagikan uang ke anak-anak Sekolah Minggu, apalagi di rumah ibadah, barangkali tidak melanggar hukum, tetapi tidak etis serta tidak mendidik. Jangan didik masyarakat apalagi anak-anak “mata duit-an”.

Kalau Megawati harus menugaskan Djarot ke Sumut, tidak hanya kepentingan politik PDI-P semata, tetapi lebih dari itu agar rakyat Sumut terbebas dari berbagai kemelut, mudah-mudahan “Tapanuli sebagai Peta Kemiskinan” yang dulu popular tahun 1982-an dapat berubah dengan sentuhan Djarot-Sihar, sebab hampir-hampir tidak banyak perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat sampai sekarang.

Rumah Sakit dan lembaga pendidikan hampir tertingggal di Pulau Nias, pantai barat serta pegunungan Bukit Barisan Sumut, dibanding pantai Timur yang sudah terlebih dahulu dibangun penjajah untuk kepentingan bisnis seperti perkebunan dan pelabuhan.

Penetapan Cagub dan Cawagub Sumut, agak unik dan beda. Mega menugaskan Djarot mantan Gubernur KDKI Jakarta, Surya Paloh mendukung Edy Rahmayadi dari jenderal bintang tiga (aktif) Pangkostrad dengan karier cemerlang harus “lepas uniform” menunjukkan bahwa Sumut benar-benar”kemilau”.

Apa pertimbangan Edy Rahmayadi menanggalkan seragamnya, dengan tekadnya yang bulat sebaiknya dia cepat-cepat bertindak. Sebab bila berlama-lama akan menjadi kegaduhan tersendiri seperti penurunan baliho berseragam lengkap yang diturunkan di Siantar, tidak sampai dipolitisasi.

Pada hal apa yang dilakukan Aparat TNI tersebut adalah ketaatan pada UU bahwa TNI harus netral, dan jangan sampai dianggap sebagai pembangkangan oleh partai pengusung.

Sudah tersedia pilihan, terserah masyarakat Sumut, mau pilih siapa? Yang jelas Megawati dengan PDI-P ingin membebaskan Sumut dari Korupsi. (Bch)