JAKARTA (IndependensI.com) – Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menyatakan kolom agama pada kartu penduduk tidak terlalu penting. Pencantuman kolom agama di KTP tidak bermanfaat dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dimana negara tidak boleh membeda-bedakan semua warga negara.
“Tidak boleh ada pembedaan bagi kelompok-kelompok tertentu dalam e-KTP. Bahkan menurut kami kolom agama ini tidak terlalu penting pada kartu identitas,” kata Bonar, Jumat (19/1/2018). Negara wajib menjamin bahwa setiap warga negara dilayani dengan baik dan tanpa ada diskriminasi.
Bonar menjelaskan, dalam perspektif HAM tidak dibedakan antara pemeluk agama (religion) dan kepercayaan (belief). Perlakuan sama antara agama dan kepercayaan harus dilakukan pemerintah. “Dalam perspekif HAM, non-believers juga harus diperlakukan sama,” kata Bonar.
Bonar mengusulkan agar pemerintah membuat ketentuan sesuai putusan MK yang mengakui hak konstitusional kaum penghayat kepercayaan. “Kolom agama dalam e-KTP tak perlu diubah dan status penghayat kepercayaan dicantumkan tanpa perlu merinci aliran yang dianut. Dicantumkan saja penghayat kepercayaan tanpa menyebut varian atau aliran kepercayaannya. Kolom agama tidak usah diubah,” kata Bonar.
Setara Institute tak sepakat dengan usul Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar pemerintah membuat e-KTP khusus bagi warga penghayat kepercayaan. “Kami memang setuju penerintah harus segera memenuhi hak-hak sipil penghayat kepercayaan. Tapi kami menolak ide e-KTP khusus bagi warga penghayat kepercayaan,” kata Bonar. Adanya e-KTP khusus berarti akan ada diskriminasi atau pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara. (Sigit Wibowo)