PEKANBARU, (IndependensI.com)- Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi jenis Pertalite di Riau, termahal di Indonesia, sebesar Rp 8.000/liter. Tingginya harga pertalite tersebut disebabkan Pemertintah Provinsi Riau yang menetapkan pajak bahan bakar kenderaan bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen. Hal itu tertuang dalam Perda (Peraturan Daerah) nomor 4 tahun 2015 pasal 24 ayat 2.
Di Papua, daerah paling ujung Timur Indonesia, Pertalite hanya dijual Rp 7.700 / liter. Kenaikan itu sangat membebani masyarakat. Untuk itu, kita mendesak Pemerintah Provinsi Riau untuk melakukan revisi terhadap Peraturan daerah tersebut, kata Abdul Wahid, anggota DPRD Provinsi Riau dari Fraksi PKB kepada IndependensI di Pekanbaru.
Di tempat terpisah, Sayed Abubakar Assegaf anggota Komisi VII DPR RI daerah pemilihan Riau saat dihubungi IndependensI melalui telepon, menyesalkan harga pertalite di Riau paling mahal di Indonesia. Menurut penilaian Sayed Abubakar Assegaf, kondisi ini menunjukkan rasa ketidak adilan dan ironi, karena Riau merupakan penghasil minyak terbesar di tanah air.
Pertamina dan Pemprov Riau harus segera duduk bersama, untuk mencari solusi menurunkan harga jual Pertalite di Riau. Hal ini menunjukkan rasa ketidak-adilan, bahkan mencederai perasaan masyarakat Riau. Penetapan harga Rp 8.000 per-liter sejak tanggal 20 Januari 2018 dari sebelumnya Rp 7.900 per-liter, mempertontonkan harga minyak tertinggi di daerah penghasil minyak.
Penetapan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen, harus di revisi, sebab didaerah lain hanya sekitar 5 persen. Sejak dahulu kala, semua rakyat Riau sudah mengetahui bahwa didaerah ini merupakan lumbung minyak terbesar. Sehingga sangatlah tidak logis, di daerah ini harga pertalite dijual paling mahal
Sebagai wakil rakyat daerah pemilihan Provinsi Riau, Sayed menegaskan akan mempertanyakan perihal ini kepada Kementerian ESDM dan Pertamina. Kita mengharapkan Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Direktur Utama Pertamina Elita Manik bisa memberikan jawaban dan solusi sesuai yang diharapkan masyarakat Riau, ujar Sayed Abubakar Assegaf mengahiri.
Di tempat terpisah, Indra Putra Yana Kepala Bappeda Riau kepada IndependensI mengatakan, Pemprov Riau akan tetap menerapkan Perda nomor 4 tahun 2015 perubahan perda nomor 8 tahun 2011 tentang pajak daerah. Karena penerapan PBBKB di Riau, sudah menjadi percontohan bagi daerah lainnya. Mulai tahun depan, harga pertalite di Sumbar akan sama dengan di Riau, kata Indra.
Naiknya harga BBM jenis pertalite yang telah menembus angka Rp 8000 di Riau, mengundang perhatian dari Presiden BEM Universitas Riau Rinaldi. Perbedaan harga ini sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat. Bahkan di Bagan Batu Kabupaten Rokan Hilir daerah perbatasan Riau – Sumatera Utara, masyarakat lebih cenderung membeli pertalite ke SPBU daerah tetangga.
Terkait harga pertalite yang merujuk pada Perda (Peraturan Daerah) nomor 4 tahun 2015 pasal 24 ayat 2, kita harapkan agar Pemprov Riau merobah pajak PBBKB dari 10 persen menjadi 5 persen. Kenaikan harga bahan bakar minyak ini jelas mempengaruhi tingginya harga sembako yang sudah barang tentu mengganggu perekonomian masyarakat. “Kita minta jika pemerintah ingin menaikkan PAD, jangan memalak masyarakat ”, ujar Rinaldi berapi-api. (Maurit Simanungkalit)