(Foto: Henri Loedji)

Indonesia Terimbas Perang Dagang AS-China

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Ibarat pepatah ‘Gajah berkelahi, pelanduk mati di tengah’, pengguna PayPal asal Indonesia terkena dampak perang dagang dua raksasa ekonomi dunia China dan Amerika Serikat.

Pada Senin (2/4/2018), PayPal mengirimkan surat elektronik kepada penggunanya yang menerangkan pembaruan dalam kebijakan mereka. Kebijakan yang dimaksud adalah pemberlakuan tarif transaksi untuk pengguna dari lima negara yaitu China, Singapura, Thailand, Filipina, dan Indonesia.

Tarif sebesar US$35 (sekitar Rp480.000) per transaksi untuk penarikan dana dari rekening bank AS akan diberlakukan mulai 10 Mei 2018. Jumlah itu praktis memukul pelaku usaha kecil-kecilan dunia maya asal Indonesia.

Biaya transaksi baru PayPal mulai 10 Mei 2018.

Mereka yang biasa melakukan jual-beli barang dari dan ke AS akan terpaksa menaikkan barang dagangannya, menyesuaikan dengan kenaikan tarif tersebut.

Kebijakan baru PayPal ini juga berdampak langsung terhadap orang-orang kreatif Indonesia yang mendapatkan honor untuk pekerjaan lepas dari peruashaan di AS. Kebanyakan honor itu ditransfer lewat layanan PayPal.

“Untuk bayaran yang hanya sekitar US$100 atau US$200, tarif baru ini terlalu besar. Hal itu pasti menurunkan semangat para pekerja kreatif Indonesia karena honor yang diterimanya berkurang banyak,” kata seorang pembuat logo dan infografis yang tidak ingin disebutkan namanya kepada IndependensI.com, Selasa (3/4/2018).

Dia berharap Jakarta melobi Washington agar mengeluarkan Indonesia dari daftar tersebut. “Jika tidak bisa, mungkin kita harus membalasnya dengan tindakan ekonomi juga. Misalnya dengan menaikkan tarif masuk untuk barang impor asal AS,” ujarnya.

China Balas Serangan Ekonomi AS

Kemarin, China menerapkan bea masuk baru terhadap 128 jenis barang impor asal AS bernilai US$3 miliar, antara lain buah-buahan dan daging babi. Tindakan itu merupakan serangan balasan setelah AS menaikkan tarif masuk untuk baja dan aluminium.

Perang dagang ini akan terus berlanjut. Gedung Putih sudah memperlihatkan rencana pemberlakuan tarif baru terhadap barang impor asal China, bernilai sekitar US$60 miliar, yang dituduh melanggar hak atas kekayaan intelektual.