JAKARTA (IndependensI.com) – Mantan presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, menjalani hari pertamanya di balik jeruji besi, Minggu (8/4/2018). Lula dihukum 12 tahun penjara karena kasus korupsi.
Meski rela dipenjara, politikus berusia 72 tahun itu tidak bersedia dianggap bersalah. Laki-laki yang pernah dua periode memimpin Brasil, antara 2003 dan 2010, akan terus berjuang untuk menegaskan bahwa dia tidak bersalah.
Lula diciduk dari tempat persembunyiannya di gedung Serikat Pekerja Logam di Sao Paulo, Sabtu (7/4/2018). Dia berlindung di tempat itu sebelum menyerahkan diri ke polisi. Di luar bangunan, ratusan pendukungnya berkerumun menentang penangkapan Lula.
Lula ditangkap setelah ketahuan menerima apartemen mewah yang diduga diberikan oleh sebuah perusahaan jasa konstruksi secara tidak sah. Penyuapan itu disebut-sebut sebagai bagian dari megakorupsi “Cuci Mobil” yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi Brasil.
Sejak Perang Dunia II, kepemimpinan beberapa presiden Brasil berakhir dengan masalah seperti dimakzulkan, dikudeta, atau bunuh diri. Tapi baru Lula yang divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara. Selnya berada di gedung kepolisian federal yang melancarkan operasi pemberantasan “Cuci Mobil”.
Dia bersikeras tidak bersalah dan mengatakan hanya menjadi korban politik. Lula mengatakan hukuman ini hanya akal-akalan lawan politiknya untuk mencegah dia mencalonkan diri di pemilihan persiden Oktober 2018. Berdasarkan jajak pendapat, Lula masih paling favorit.
Tapi kemungkinan akan banyak kejutan di panggung politik Brasil. Pada Rabu (11/4/2018), Mahkamah Agung Brasil akan mengumumkan perubahan undang-undang tentang pengajuan banding.
Jika perubahan itu diloloskan, siapa pun yang divonis dan kalah di sidang banding pertama, seperti dalam perkara Lula, harus mengajukan banding berikutnya dari penjara. Jika tidak, Lula tidak perlu dikurung selama belum ada keputusan hukum tetap sehingga bisa maju ke pilpres.
Pengamat mengatakan berbagai kemungkinan bisa terjadi. Banyak hal mengejutkan di perpolitikan Brasil sepanjang sejarah negara Amerika Latin itu.
“Di Brasil, apa pun bisa terjadi. Jadi bisa saja dia mendekam di penjara satu minggu dan kemudian Mahkamah Agung menetapkan dia hanya sebagai tahanan rumah. Hal seperti itu sering terjadi,” kata Oliver Stuenkel dari Getulio Vargas Foundation seperti dikutip kantor berita AFP, Senin (9/4/2018).
“Selama ini kami sudah terbiasa hidup dalam suasana yang tidak terduga. Jadi amat sulit memperkirakan apa yang akan terjadi,” ujarnya.
Dengan tinggal enam bulan sebelum pilpres, dan Lula masih di baris terdepan, stabilitas Brasil dipertaruhkan.
“Dari penjara, dia akan terus memperluas pengaruhnya dan dia bisa mengeksploitasi penangkapannya sebagai simbol pengorbanan,” kata Andre Cesar, pengamat dari lembaga konsultan politik Hold.