Tolak Proyek FSRU LNG Tutupi Akses Melaut, Nelayan Pesisir: Jika Ada Ledakan Kami Duluan Mati Jarak Hanya 500 Meter

Loading

Denpasar (Independensi.com) – Proyek Floating Storage Regasification (FSRU) Liquefield Natural Gas (LNG) akan dibangun di kawasan Serangan, Sidakarya, Mertasari dan Sanur atau dikenal dengan sebutan SEKARTANUR. Namun, proyek FSRU LNG menuai polemik, karena lokasinya berada di kawasan konservasi Tahura Ngurah Rai yang memiliki fungsi ekologis, spiritual dan sosial.

Tak hanya itu, proyek FSRU LNG tepat berada di sebelah timur pelabuhan Serangan berjarak 500 meter dari pinggir pantai, tepat di areal keluar masuk nelayan, yang justru menghalangi dan menutupi aktivitas melaut.

Parahnya lagi, proyek FSRU LNG bakal berdampak sosial ekonomi terhadap kehidupan para nelayan pesisir.

Pasalnya, kelompok nelayan pesisir di Serangan berpotensi kehilangan akses hingga 40 persen wilayah tangkap akibat dibutuhkan ruang manuver kapal FSRU berdiameter 570 meter.

Ditambah lagi, terjadi penyempitan jalur pelayaran di wilayah pembangunan FSRU yang berada di lepas pantai pesisir.

Hal tersebut diakui salah seorang nelayan pesisir I Wayan Parna, sekaligus Prajuru Desa Adat Serangan yang menyatakan kehidupan nelayan pesisir berdampak sangat parah, jika nantinya FSRU LNG terjadi di areal pantai Serangan, karena rencana pembangunan FSRU LNG dinilai memanfaatkan ruang laut antara perbatasan perairan Mertasari dan Serangan. Sedangkan, Sidakarya itu tidak memiliki laut dan lepas pantai, lantaran batas Sidakarya hanya By Pass Ngurah Rai.

Terlebih lagi, lanjutnya Lokasi FSRU LNG sebagian besar ditempatkan di Serangan bukan di Sidakarya, tapi justru pembangunan FSRU LNG mengatasnamakan Sidakarya, tapi efeknya sangat besar bakal menerjang kehidupan nelayan pesisir di Serangan.

Disebutkan, sepanjang sejarah baru kali ini ada investor masuk Sidakarya. Namun, jika persoalan tata letak geografis dengan investasi FRSU LNG ini, maka pihaknya sebagai warga Desa Serangan paling dekat jaraknya dengan FSRU LNG, yang sangat jelas paling parah terkena dampaknya ditambah lagi terdapat areal pemukiman.

“Jika dari Sidakarya sekitar 400 meter ke areal Mangrove, rumahnya pemukiman Sidakarya tidak kena itu masih jauh areal Sidakarya. Jika ada ledakan, kami yang pertama kali kena imbas terbesar, yang Sidakarya hingga Penatih, rumahnya pak Walikota tidak kena efek. Mereka nikmati listrik, saya beserta warga Serangan duluan mati,” tegasnya.

Selain itu, rencana proyek FSRU LNG juga bakal memanfaatkan perairan sekitar 500 meter dari pesisir pantai Serangan yang berarti ada pengerukan atau dreging kapal selebar 300 meter kedalam 12-15 meter, yang sangat berdampak besar bagi kehidupan nelayan pesisir di Serangan, Denpasar.

“Beberapa waktu lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pernah berkunjung kesini, tapi tetap warga dan masyarakat beserta nelayan pesisir ini menolak dengan adanya FSRU LNG berada dekat beraktivitas disini, karena dampaknya sangat parah bagi kita nelayan pesisir,” tegas Wayan Parna.

Tak hanya itu, ribuan warga Serangan sebagian besar menggantungkan kehidupannya sebagai nelayan pesisir.

“Jika FRSU LNG ditaruh disitu, nelayan pesisir tidak bisa bekerja apapun, terutama akses kita terhalang ke laut lepas,” tegasnya.

Demikian pula, rencana pembangunan FSRU LNG akan berdampak besar bagi kehidupan nelayan pesisir dengan keberadaan jukung kecil-kecil ini mati suri.

“Jukung-jukung ini kemana akan diposisikan dia. Khan ngk bisa bergerak kemana-mana nelayan ini. Dulu bagus sekali kita sambil cari ikan itu bisa lalu lalang bebas tidak ada gangguan, karena airnya dangkal, tapi jika nanti diisi FSRU LNG, nelayan pesisir terhalang beraktivitas melaut,” kata Wayan Parna.

Untuk itu, Wayan Parna selaku nelayan pesisir menolak keberadaan FSRU LNG di pesisir pantai Serangan, karena berdampak besar terhadap aktivitas kehidupan mata pencaharian nelayan pesisir di Serangan.

“Nelayan pesisir itu tidak bisa melaut dan bergerak kemana-mana, terutama di pinggiran pantai itu tidak bisa beraktivitas mencari ikan, sehingga kami akan dirugikan, makanya tetap kami sebagai nelayan pesisir menolak keberadaan FSRU LNG di desa kita ini di Serangan,” terangnya.

Selain nelayan pesisir, lanjutnya keberadaan FSRU LNG juga dikhawatirkan mengganggu aktivitas nelayan lepas, yang tidak dapat bergerak kemana-mana dalam menjalankan aktivitas melaut.

“Kami tidak bisa melintas di jalur itu, terutama di pinggir bakau, itu jelas bikin hutan bakau hancur, karena kepanasan, apalagi pipa FSRU LNG dipasang menyusuri hutan bakau,” urainya.

Bahkan, aktivitas nelayan pesisir bakal terhalang akibat keberadaan FSRU LNG di areal pesisir pantai Serangan, yang mengurangi aktivitas menjaring, memancing dan mencari jenis ikan apapun.

“Itu bagaimana solusinya kami sebagai nelayan kalau begini kondisinya. Kami bisa kebingungan jadinya, karena sulit kita melaut mencari ikan terhalang kapal FSRU LNG yang bakal dipasang di areal pantai Serangan,” paparnya.

Jika aktivitas normalnya, diakui nelayan pesisir bisa menangkap kepiting, jenis ikan layur, cotek, baronang, ikan kerapu dan berbagai jenis ikan pesisir, guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun, jika nanti dibangun FSRU LNG di areal Desa Serangan bakal mengurangi jumlah populasi ikan di daerah pesisir pantai.

“Itu jelas pusat ikan disana. Sekarang rencananya dibangun FSRU LNG, jelas membuat banyak ikan mati di daerah pesisir dan juga menghambat aktivitas kita sebagai nelayan pesisir, kami jelas sangat keberatan atas adanya FSRU LNG,” kata Wayan Parna.

Parahnya lagi, disinyalir adanya pengerukan kapal hingga kedalaman 12-15 meter bisa berpotensi mengakibatkan abrasi pantai.

“Nah, nanti bisa terjadi abrasi pantai, itu bagaimana nanti solusinya. Lari kemana kita, saya pikirkan itu dampak bagi kita sebagai nelayan pesisir,” tandasnya.

Patut diketahui, bahwa mata pencaharian warga Desa Serangan sebagian besar sebagai nelayan, terutama nelayan pesisir di Serangan dibandingkan berprofesi di sektor pariwisata.

“Jumlah nelayan itu sangat banyak di Serangan sekitar 500-1.000 orang. Kebanyakan jadi nelayan daripada swasta. Hasil tangkapan kami jual di pasar Desa Serangan, di desa kita sendiri dulu, tapi kadang-kadang keluar desa hingga ikannya ada yang ekspor keluar Bali,” pungkasnya. (hd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *