BANTEN (Independensi.com) – Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan untuk mendapatkan persetujuan dari negara calon pengimpor tidaklah mudah.
Hal itu karena kualitas telur tetas ayam yang akan diekspor harus sesuai dengan yang menjadi persyaratan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE).
Demikian disampaikan Ketut Diarmita disela peluncuran ekspor perdana telur tetas ayam ULU 101 ke Myanmar, Selasa (24/4/2018), di Cargo 510 Bandara Soekarno Hatta Banten, dalam keterangan pers kepada Independensi.com, Selasa.
Menurutnya, aspek status kesehatan hewan menjadi persyaratan utama, dan menjadi salah satu daya saing dalam perdagangan internasional.
Sebagaimana diketahui sejak merebaknya penyakit AI (Avian Influenza di Indonesia pada tahun 2004, beberapa negara telah menutup impor produk unggas dari Indonesia.
Untuk itu, Kementerian Pertanian melalui Ditjen PKH telah mengambil langkah kebijakan dengan melakukan pembebasan melalui kompartemen, zona, pulau atau provinsi dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian RI No. 28 Tahun 2008 tentang Penataan Kompartementalisasi dan Zonasi.
I Ketut Diarmita menyebutkan, tahun ini Kementan telah mengeluarkan sebanyak 77 kompartmen bebas AI untuk Breeding Farm aktif, yaitu: sebanyak 6 perusahaan GPS (Grand Parent Stock, 51 Perusahaan PS (Parent Stock), 15 perusahaan FS (Final Stock), 5 perusahaan Hatchery di 9 provinsi, diantaranya Jawa Barat (43), Lampung (13), Jawa Timur (9), Banten (3), Jawa Tengah (3), Bali (2), NTT (2), Yogyakarta (1) dan Kalimantan Barat (1).
PT. ULU merupakan salah satu Unit Usaha yang telah menerapkannya, sehingga telah memperoleh sertifikat kompartemen bebas penyakit AI (Avian Influenza) dan Sertifikat Veteriner dari Pemerintah.
Saat ini Kementerian Pertanian terus mendorong pelaku usaha perunggasan untuk memperbaiki pola pemeliharaan unggasnya, sehingga akan mampu melakukan ekspor dan bersaing diperdagangan global.
Sejumlah kebijakan Kementerian Pertanian lainnya yang dapat mendorong peningkatan kualitas produk peternakan yang akan diekspor selain sistem kompartemen, yaitu: penerapan Good Breeding Practices, Prinsip-Prinsip Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare), dan Sertifikasi Veteriner.
“Saya memberikan apresiasi kepada PT. ULU yang berkomitmen dalam pengembangan teknologi persilangan ayam lokal Indonesia dalam upaya budidaya dan pelestarian, serta pemanfaatan sumber daya genetik ayam lokal, sehingga mampu menghasilkan produk berkualitas yang berhasil menembus pasar ekspor,” kata I Ketut Diarmita.
Menurut I Ketut, Pemerintah saat ini terus berupaya untuk meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor berbagai komoditas strategis pertanian, termasuk produk peternakan, sehingga Pemerintah sangat mendukung pelaku usaha yang akan ekspor.
I Ketut Diarmita menjelaskan, sejak tahun 2015 Indonesia telah melakukan ekspor telur tetas ayam dengan jenis ayam ras ke Myanmar, dan hingga Maret 2018 jumlah komulatif yang sudah diekspor sebanyak 10.482.792 butir dengan nilai Rp. 109,60 Milyar.
Berdasarkan data BPS tahun 2017, volume ekspor telur tetas ayam ras terus meningkat mencapai 27,39% dan nilai ekspor meningkat sebesar 26,76% dibanding tahun sebelumnya. Adapun negara tujuan ekspor meliputi Myanmar, Papua Nugini, Vietnam, Malaysia, dan lain-lain.
Lebih lanjut I Ketut Diarmita mengatakan, kebijakan Pemerintah untuk mewujudkan Indonesia padaTahun 2045 menjadi Lumbung Pangan di Dunia sedikit demi sedikit telah dapat dibuktikan.
“Setelah ekspor komoditas peternakan lainnya seperti: olahan daging ayam, pakan ternak, telur tetas ayam, kambing/domba, vaksin dan obat hewan, serta produk pangan hewani lainnya, hari ini kita akan melakukan pelepasan ekspor perdana telur tetas ayam ULU 101 sebanyak 25.920 butir yang akan dikirim ke negara Myanmar,” kata I Ketut Diarmita.
Menurutnya ini merupakan pengiriman awal dari total rencana sekitar 225 ribu telur pada tahun 2018 yang selanjutnya akan dikirim secara berkelanjutan ke beberapa negara.
“Ekspor telur tetas ini adalah bukti Indonesia bisa ikut bersaing dengan negara lain dalam pengembangan teknologi persilangan unggas yang menghasilkan final stock ayam pedaging dengan kualitas premium dan sesuai dengan persyaratan internasional,” ujar I Ketut Diarmita.
“Artinya Indonesia telah dapat membuktikan dengan sistem kompartemen bebas AI yang diterapkan terdapat jaminan keamanan pangan dan diakui oleh negara lain,” tandasnya.
Ekspor sub sektor peternakan sangat fantastis, Berdasarkan data dari BPS, pencapaian nilai ekspor komoditas subsektor peternakan 2017 mengalami peningkatan sebesar 14,85% dibandingkan 2016. Nilai ekspor $623,9 juta atau setara dengan Rp8,5 triliyun.
Kontribusi volume ekspor 2017 untuk subsektor peternakan merupakan yang terbesar pada kelompok hasil ternak, yakni sebesar 64,07%. Salah satunya adalah daging ayam.
Negara tujuan ekspor subsektor peternakan terbanyak adalah Hongkong (23,10%) dan China (21,96%). Sejauh ini, secara keseluruhan peternakan Indonesia sudah mampu menembus lebih dari 110 negara.
Secara khusus, ekspor daging ayam tahun 2017 mencapai sebesar 325 ton, meningkat 1.800% dibandingkan tahun sebelumnya. Begitu juga dengan ekspor telur unggas sebanyak 386 ton atau meningkat 27,39% dibanding 2016.
Secara umum, sub sektor peternakan Indonesia turut meningkatkan ekonomi negara. Selama 2015-2017 misalnya, rata-rata pertumbuhan volume ekspor mencapai 8,16%, dan nilai ekspornya sebesar 18,69%.
“Dengan mulai terbukanya akses pasar beberapa negara, saya berharap kepada semua pelaku usaha, termasuk PT. ULU untuk terus dapat meningkatkan kuantitas maupun kualitas produk siap ekspor, sehingga produk peternakan Indonesia lebih mampu bersaing di perdagangan internasional,” himbau I Ketut Diarmita.
“Pelaku usaha juga harus puunya kemampuan membaca peluang dunia, jika kita cermati permintaan global masih cukup besar salah satunya adalah pasar di Timur Tengah dan negara-negara mayoritas muslim untuk produk bersertifikasi halal,” ungkap I Ketut Diarmita.
Pada kesempatan yang sama pimpinan PT. ULU Sahudin menyampaikam, produk telur tetas ayam ULU 101 merupakan salah satu hasil teknologi persilangan antara ayam Pelung jantan dengan ayam ras betina indukan, menjadi final stock ayam komersial (Ayam ULU 101) yang memiliki performa dan kualitas daging yang baik, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen.
Menurutnya, ekspor perdana telur tetas ini ke negara Myanmar menjadi langkah awal memperkenalkan Ayam ULU 101 ke pasar internasional. “Negara ekspor selanjutnya adalah Malaysia, Singapura dan Timor Leste,” tambahnya.
Ade Himpuli menyampaikan, ekspor ini tentunya tidak akan menyebabkan pengurasan sumber daya genetik lokal karena merupakan hasil seleksi ketat berdasarkan kriteria perdagingan dan pemanfaatan hasil persilangannya.
“Kita ingin 5-10 tahun ke depan Indonesia punya strain tersendiri untuk ayam pedaging yang diakui oleh dunia,” tukasnya.
Ito Sumardi Dubes RI untuk Myanmar (periode 2014-2018), sesuai arahan Presiden Indonesia Joko Widodo, tahun ini adalah tahun diplomasi ekonomi sehingga harus meningkatkan ekspor.
Myanmar negara yang berpotensi untuk ekspor ayam karena penduduk di sana sebagian besar tidak makan daging sapi. Menurutnya, ayam Indonesia akan sangat disukai oleh masyarakat Myanmar.