BALI (IndependensI.com) – Pancasila adalah anugerah. Indonesia butuh Pancasila. Indonesia harus menyadari dan mengakui bahwa Pancasila menjadi pondasi dan pilar bangsa ini.
“Jadi tanda kelahiran 1 Juni dijadikan momentum Pancasila itu Indonesia, Indonesia itu Pancasila. Keberadaan Pancasila di Indonesia ini sangat penting dan Indonesia butuh itu,” ungkap Ketua Forum Peduli NKRI Mocka Jadmika didampingi salah seorang pengurus Henky Suryawan dan Anggi Casella selaku Ketua Panitia Nonton Bareng (Nobar) film “Lima” di Level 21 Denpasar, Bali, Jumat (1/6/2018).
Nobar tersebut digelar Forum Peduli NKRI bertepatan dengan Lahirnya Pancasila 1 Juni. Dikatakan Mocka Jatmika generasi muda khususnya menjadi target agar mengetahui bahwa Pancasila menjadi keutuhan dari berbangsa dan bernegara. Salah satu caranya yaitu membangkitkan kesadaran akan Pancasila adalah melalui pendidikan formal dari SD yakni pelajaran PMP atau PPKN atau Penataran P4 diaktifkan kembali.
Di zaman Orde Baru P4 dijadikan program pemerintah untuk pengenalan Pancasila. Di jalur non formal juga perlu diadakan edukasi melalui sosialisasi. “Seperti kemah bhakti kebangsaan yang kami lakukan dengan mengundang 60 mahasiswa dan 7 kampus. Jadi di kemah itu diberi materi bela negara. Jiwa-jiwa nasionalisme harus tumbuh dari generasi muda. Jika jiwa nasionalisme sudah tumbuh maka patriotisme pasti terbentuk,” jelas Mocka Jatmika.
Menurutnya yang jadi masalah adalah sekarang ini Pancasila dibenturkan dengan agama, padahal bukan ranahnya. Jadi ada beberapa kelompok yang mencoba itu, Pancasila dipertentangkan dengan agama. Padahal Pancasila lahir karena adanya agama yang memberikan suatu bentuk implementasi di butir-butir Pancasila.
“Melalui film ‘Lima’ ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa nasionalisme. Saya mengajak semua elemen masyarakat untuk tetap menjaga ideologi. Maraknya kapitalisme saat ini harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya tugas pemerintah untuk tetap menjaga ideologi itu namun kita semua,” tambah Anggi Casella.
Film “Lima” ini bertepatan dengan Hari Lahirnya Pancasila. “Maka kita coba menggerakan seluruh lapisan masyarakat bahwa ideologi kita tidak dapat dirubah yakni Pancasila,” tegasnya seraya menambahkan yang menonton film ini selain didominasi anak-anak sekolah juga ditonton orang dewasa maupun yang berasal dari instansi.
“Harapannya adalah kita semua sama-sama menjaga ideologi bangsa Indonesia untuk tetap menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika agar kita tetap dapat bekehidupan saling berdampingan dan rukun tanpa perpecahan yang menimbulkan isu-isu SARA terlebih ini tahun politik,” ujar Henky.
Ini adalah sesi nonton yang pertama, sesi kedua rencananya digelar minggu depan bersama TNI & Polri. Sebagaimana diketahui film “Lima” ini digarap oleh lima sutradara yaitu Shalahuddin Siregar, Tika Pramesti, Lola Amaria, Harvan Agustriansyah, dan Adriyanto Dewo.
Selain itu yang terpenting dari film ini adalah ide cerita yang diambil dari Pancasila, ideologi negara Indonesia. Dikisahkan tiga bersaudara yaitu Fara, Aryo dan Adi ditinggal selamanya oleh ibu mereka, Maryam. Bukan cuma Fara dan saudara-saudaranya yang merasa kehilangan, Ijah, asisten rumah tangga juga merasa kehilangan sosok yang selama ini dibantunya.
Karakter Ijah pun juga penting di sepanjang cerita. Keluarga ini akan punya permasalahan yang mengingatkan pada kelima sila dalam dasar negara.
Maryam (Tri Yudiman) beragama muslim sedangkan hanya Fara anaknya yang punya keyakinan sama dengannya. Dari sini muncul perdebatan dari kakak beradik ini sebelum akhirnya mereka menemukan kesepakatan.
Kisah ini seperti sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Adi (Baskara Mahendra) punya kisah kelam, dia selalu jadi korban bully. Pada suatu hari, dengan matanya sendiri dia menyaksikan sebuah peristiwa yang tidak berperikemanusiaan. Jiwanya tergerak dan Adi berniat membantu sebisa mungkin, meski itu berarti dia harus melawan Dega, sosok yang sering membully dirinya di sekolah.
Kisah Adi ini seperti sila kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap. Fara (Prisia Nasution) punya profesi sebagai seorang pelatih renang. Dia merasa dilema saat harus menentukan atlet yang dikirim ke pelatnas, tanpa harus memperhatikan ras dan warna kulit dari para anak didiknya.
Kisah Fara dan dilemanya ini seperti sila ketiga: Persatuan Indonesia. Aryo (Yoga Pratama) adalah pria tertua di keluarganya. Sejak sang ibunda meninggal, otomatis dia menjadi semacam pemimpin keluarga. Permasalahan dirasakan oleh Aryo saat harus berhadapan dengan warisan yang ditinggalkan oleh ibunya.
Dilema Aryo ini menuntutnya harus adil dan mengadakan musyawarah dengan keluarga lainnya. Apa yang dilakukan Aryo ini sesuai dengan sila keempat. Terakhir adalah permasalahan Ijah (Dewi Pakis).
Dia pulang kampung untuk memperjuangkan nasib keluarganya. Ijah menuntut keadilan yang sering tak terjadi pada orang-orang ‘kecil’ sepertinya. Film ini ditayangkan tepat untuk merayakan Hari Lahirnya Pancasila yang jatuh setiap tanggal 1 Juni. (hidayat)
We are a group of volunteers and opening a new scheme in our community. Your website provided us with valuable information to work on. You’ve done a formidable job and our entire community will be grateful to you.