JAKARTA (IndependensI.com) – Arab Saudi dan sekutunya tidak menunggu waktu lama untuk melanjutkan perang melawan Yaman. Jet tempur pasukan koalisi pimpinan Saudi menggempur bandar udara di kota pelabuhan utama Yaman, Hodeidah, Minggu (17/6/2018).
Serangan yang dilancarkan di hari ketiga setelah Idul Fitri itu kemungkinan segera mengakhiri konflik yang sudah berlangsung tiga tahun. Kehilangan Hodeidah akan melumpuhkan pemberontak Houthi yang didukung Iran. Selama ini, gerombolan bersenjata itu mendapatkan pasokan dari Iran lewat Laut Merah.
Koalisi pimpinan Saudi, yang didukung Barat, memiliki keungguan persenjataan secara kualitas dan kuantitas. Namun mereka sulit mengalahkan Houthi dalam perang yang telah menewaskan sekitar 10.000 orang ini. Konflik Yaman pun memicu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
“Jet tempur koalisi melancarkan lebih dari 20 serangan hingga sekarang dan mengguncang kota,” kata warga setempat, Akram Yihya, seperti dikutip kantor berita Reuters, Senin (18/6/2018).
“Kami dapat mendengar jelas suara pertempuran dan rudal yang jatuh dekat bandar udara,” ujarnya.
Sekitar 20.000 orang tentara, sebagian besar pasukan Yaman dari berbagai vaksi yang dipimpin pasukan Uni Emirat Arab, melancarkan serangan didukung pesawat tempur dan helikopter Apache. Pertempuran ini menjadi yang terbesar sejak perang berkobar pada 2015.
Koalisi ingin mengembalikan pemerintahan Yaman yang diakui internasional, yang saat ini berada di pengasingan. Riyadh dan Abu Dhabi mengklaim bahwa Iran berambisi menguasai kawasan itu lewat kelompok Houthi.
Tentara Houthi menutup jalan utama yang menghubungkan Hodeidah dan Sanaa. Mereka memasang blokade berupa timbunan tanah dan aspal untuk menghambat gerakan pasukan koalisi.
“Serangan udara dan rudal mengguncang rumah-rumah di kota,” kata warga setempat, Khaled Sharaf. Warga yang tinggal dekat kawasan bandara mengatakan peluru menghantam rumah mereka seiring meningkatnya adu senjata.
Pertempuran di Hodeidah akan membuat warga sipil semakin merana. Mereka sudah kesulitan mendapatkan makanan dan air bersih karena terjebak di antara pihak-pihak yang bertikai. Akibatnya mereka kelaparan dan kolera mewabah.
Pasukan Gerilya
Kelompok bersenjata Houthi, yang turun dari daerah pegunungan, menguasai Sanaa pada 2014. Meski peralatan perangnya sederhana, mereka kaya pengalaman perang gerilya melawan tentara nasional Yaman. Mereka juga beberapa kali terlibat kontak senjata di perbatasan dengan Arab Saudi.
Senjata utama Houthi adalah senapan serbu AK-47. Sebagian besar anggota pasukannya hanya memakai sandal dan diangkut kendaraan pikap.
Dengan mobilitas tinggi, mereka lebih unggul dalam perang di jalanan. Tentara Houthi bisa dengan cepat melancarkan serangan di Hodeidah, kota padat penduduk yang dihuni sekitar 600.000 jiwa.
Riyadh menuding Houthi menggunakan pelabuhan Hodeidah untuk menyelundupkan senjata dari Iran, termasuk rudal yang dipakai menyerang Saudi. Tuduhan tersebut dibantah Houthi dan Teheran.