JAKARTA (IndependensI.com) – Harga komoditas bawang merah dan cabai menurun beberapa minggu terakhir. Salah satunya terjadi di Bima, harga bawang merah jatuh sehingga mengakibatkan masyarakat menghamburkan bawang merah di jalanan sebagai tanda protes, agar Pemerintah (Kemendag) turun tangan menjembatani.
Tercatat, harga bawang merah tingkat petani sentra produksi seperti Brebes, Indramayu, Tegal, Kendal, Pati dan Bima berada di kisaran biaya produksi Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kg, bahkan ada yang lebih rendah. Padahal, pemerintah melalui ketentuan Permendag 27 tahun 2017 telah menetapkan harga bawang merah Rp 15.000/kg untuk gedengan basah.
Setali tiga uang, harga aneka cabai juga hampir serupa. Harga cabai Rp 12.000 – Rp 16.000 per kg di tingkat petani, biaya produksi sekitar Rp 11.000 – 12.000 perkg. Sementara biaya upah petik Rp 80.000 perhari.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam waktu dekat akan segera aksi konkrit. Hasil rapat gabungan Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perindagkop, Bank Indonesia, Bulog Divre Jawa Tengah, Petani Champion Cabai dan Bawang serta instansi terkait lainnya di Kantor Biro Perekonomian Pemprov Jawa Tengah (Selasa, 18/09/2018), memutuskan akan mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk TNI/Polri dan BUMN/BUMD di wilayah Jawa Tengah membeli langsung paket dari petani. Bentuknya berupa paket kemasan 1 kg bawang merah dan 1 kg aneka cabai dijual langsung dari petani dalam jangka waktu tertentu hingga harga bisa dikerek normal. Untuk eksekusi, Korpri Jawa Tengah ditunjuk sebagai pelaksana aksi tersebut. Harga bawang merah dibanderol Rp 15.000 per kg, sementara aneka cabai, yakni campuran antara cabai rawit merah dan cabai keriting, dihargai Rp 19.000 per kg.
Ketua Asosiasi Petani Champion Cabai Indonesia, Tunov Mondro Atmojo, yang turut hadir pada pertemuan mengapresiasi upaya riil yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Ia menilai pemerintah terus berupaya menstabilkan harga agar petani tidak merugi dan konsumen juga mendapat harga yang wajar.
“Meskipun tidak terlalu besar dampaknya, perhatian pemerintah, instansi dan masyarakat dalam aksi konkrit seperti ini membantu membangkitkan semangat mental petani,” katanya di Semarang, Rabu (19/09/2018).
“Sebenarnya, yang paling kita khawatirkan jangan petani sampai ‘mutung’ dan gak mau nanem cabai lagi. saya percaya petani cabai kita tidak gampang menyerah, dan ini sudah ada tanda-tanda solusinya,” sambung Tunov yang juga sebagai petani muda dan pengurus Paguyuban petani Cabai Jawa Tengah.
Senada Tunov, petani bawang merah yang juga pengurus Asosiasi Bawang Merah Indonesia Cabang Kendal, Ahmad Sholeh, mendukung langkah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menstabilkan harga bawang merah yang kini anjlok. Pasalnya semua petani bawang merah sentra produksi saat ini dalam
Keadaan gelisah. Bahkan di Bima sudah demo protes, agar Kemendag menjembatani serap bawang merah petani. “Kami tak ingin ribut-ribut. Kami menempuh cara lebih konkrit seperti Pemprov Jawa tengah ini,” ucap Sholeh.
Sholeh menjanjikan akan mengerahkan petani anggota ABMI Jawa Tengah, memasok bawang merah untuk mendukung aksi program ini. Tujuanya agar harga kembali stabil sehingga petani tidak menjerit.
“Kami petani bawang merah komitmen kok untuk mendukung stabilisasi harga. Artinya, kalau misalnya suatu saat, ndilalah terjadi lonjakan harga tinggi, kami pun siap membantu dengan menjual di harga yang wajar,” sebutnya.
Sholeh berharap saat over stock produksi seperti saat ini, petani perlu diberikan dukungan perindustrian untuk industri olahan dan pabrik penyimpanan.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi, meminta semua pihak peduli terhadap penurunan harga bawang merah dan cabai saat ini. Diharapkan masing-masing bisa berperan konkrit dan nyata di lapangan.
“Kami sudah bersurat, berkoordinasi dan bersama champion menyalurkan produk ini ke daerah konsumsi, serta hilirisasi dan mengolah produk turunan skala rumah tangga, memanfaatkan teknologi penyimpanan, mengembangkan pasar lelang di level farmgate, juga menggandeng dua eksportir serap bawang super philip, batu ijo, lokananta dan sejenisnya dari Bima 30 hingga 40 ton per hari, Sumbawa, Probolinggo, Malang dan lainnya,” ungkapnya.
Suwandi mengungkapkan apresiasi atas upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jateng dalam menggairahkan pasar bawang merah dan cabai, sekaligus berupaya stabilisasi harga di petani. “Ini sangat positif. Daerah lain di Indonesia, mestinya mencontoh dan mereplikasinya,” ujarnya.
Lebih lanjut Suwandi membeberkan ada 10 langkah pengamanan dan stabilisasi pasokan bawang merah dan cabai. Pertama, menyeimbangkan pasokan dengan ekstensifikasi kawasan di luar Jawa.
Kedua, lanjutnya, intensifkan teknologi pada sentra di Jawa. Ketiga, peningkatan kapasitas petani di luar Jawa. Keempat, penggunaan benih biji untuk bawang merah (TSS) sehingga efisien biaya 65 persen. Kelima, penajaman manajemen dengan petani champion. Keenam mengatur pola tanam antar waktu dan antar wilayah.
“Ketujuh, pembentukan pasar lelang hortikultura menjaga stabilitas harga dan transparansi di farmgate, one regio one price, cash and carry serta memotong rantai pasok,” bebernya.
Kedelapan hilirisasi produk menjadi olahan skala rumahtangga dan bermitra industri agar turut menyerap. Kesembilan, teknologi penyimpanan sehingga lebih awet dan tahan lama. “Kesepuluh perluasan ekspor bawang merah naik minimal dua kali lipat dibanding tahun lalu,” pungkas Suwandi.