JAKARTA (independensi.com) – Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional sudah menyiapkan rancangan (draft) peraturan presiden (perpres) mengenai lahan baku sawah nasional.
Berdasarkan perhitungan terbaru lahan baku sawah, luas panen dan produksi beras 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu, Menteri ATR melalui Ketetapan No. 399/2018 telah menetapkan luas lahan baku sawah nasional pada tahun ini sebesar 7,10 juta hektare.
Luas lahan baku sawah itu menyusut dibandingkan lima tahun lalu sebesar 7,75 juta hektare, sebagaimana ditetapkan SK Kepala BPN RI tahun 2013. “Kita sedang siapkan untuk menetapkan 7,1 juta hektar itu nanti akan dipetakan dan ditetapkan jadi lahan pertanian berkelanjutan,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil usai Rakornas Reforma Agraria di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Sofyan menjelaskan, masih banyak hal yang harus didiskusikan dengan seluruh pemangku kepentingan sebelum perpres itu bisa diterbitkan. Salah satunya mengenai pemberian insentif kepada pemilik lahan baku sawah.
“Ada insentif. Begitu tanah orang tidak boleh diapa-apain, apa insentifnya? Itu semua sedang dikerjakan. Kita perlu diskusi dengan banyak stakeholder. Semua dimensi harus kita pertimbangkan. Mudah-mudahan tahun ini bisa selesai, kalau tidak tahun depan,” kata Sofyan.
Akibat pembangunan
Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/Kepala BPN Muhammad Ikhsan menjelaskan penyusutan lahan baku sawah terjadi akibat gencarnya pembangunan karena peningkatan populasi penduduk. “Tetapi nggak begitu signifikan perubahannya. Jadi ada alih fungsi lahan untuk properti, kebutuhan sandang, kawasan distribusi perkotaan, dan lain-lain,” jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Ikhsan pun menyarankan agar evaluasi perhitungan luas lahan baku sawah nasional dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali, demi penyusunan kebijakan pangan yang lebih baik. “Semua dari BIG, LAPAN, Kementan, OPD, BPS semua ikut,” katanya.