JAKARTA (IndependensI.com) – Untuk mempercepat peningkatan populasi sapi/kerbau Kementerian Pertanian telah mencanangkan program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) pada bulan Oktober 2016 lalu yang bertujuan untuk mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak. Program ini merupakan keberlanjutan dari program Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB) sebelumnya, namun lebih komprehensif dengan lebih mengoptimalkan pelayanan reproduksi kepada sapi-sapi milik peternak.
Untuk mensukseskan pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan tersebut telah dibuat program terobosan Ditjen PKH: 1). Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab); 2). Penambahan sapi indukan impor; 3).; Peningkatan status kesehatan hewan; 4). Penjaminan keamanan pangan asal ternak. Sedangkan program pendukung: 1). Skim pembiayaan, investasi dan asuransi ternak; 2). Penjaminan supply bibit unggas; dan 3). Peningkatan kulaitas bibit ternak (pengembangan sapi Belgian Blue).
Dari program percepatan tersebut, telah terjadi lompatan populasi yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan populasi sapi-kerbau dari sesudah program GBIB dan Upsus Siwab (2014-2017) mengalami kenaikan sebesar 3,86 persen per tahun, dibanding pertumbuhan populasi sebelum program GBIB dan Upsus Siwab (2012 – 2014) dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya sebesar 1,03 persen. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita pada acara Bincang Asyik Pertanian Indonesia (BAKPIA) pada tanggal 8 Januari 2019 di Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementerian Pertanian.
Dalam dua tahun pelaksanaan program, capaian kinerja program Upsus Siwab sangat fantastis. Hal ini terlihat dari pelayanan Inseminasi Buatan/IB dari Januari 2017 hingga 31 Desember 2018 telah terealisasi 7.964.131 ekor. Kelahiran pedet mencapai 2.743.902 ekor atau setara Rp 21,95 Triliun dengan asumsi harga satu pedet lepas sapih sebesar Rp 8 juta per ekor. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program Upsus Siwab pada 2017 sebesar Rp 1,41 triliun, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar Rp 20,54 Triliun.
“Esensi Upsus Siwab adalah mengubah pola pikir petani ternak domestik yang cara beternak peternaknya selama ini masih bersifat sambilan diarahkan ke praktik beternak yang menuju ke arah profit dan menguntungkan bagi peternak”, kata I Ketut Diarmita.
Menurutnya, selain percepatan peningkatan populasi sapi dan mengubah pola pikir peternak dampak Upsus Siwab juga mampu menurunkan pemotongan betina produktif melalui kerja sama dengan Baharkam Polri. Pemotongan sapi dan kerbau betina produktif secara nasional pada periode Januari sampai November 2018 sebanyak 8.514 ekor. Jumlah pemotongan tersebut menurun 57,12 persen dibandingkan dengan pemotongan sapi dan kerbau betina produktif pada periode yang sama pada 2017.
“Upsus Siwab juga telah mampu menghasilkan sapi-sapi yang berkualitas dengan peningkatan kualitas sumber daya genetik ternak sapi”, ungkap I Ketut Diarmita. “Untuk meningkatkan produksi daging sapi, Kementan juga melakukan pengembangan sapi “Belgian Blue” yang memiliki perototan besar yang beratnya bisa mencapai diatas 1,2 sampai 1,6 ton”, tambahnya.
Diarmita menambahkan bahwa Belgian Blue bukan sapi biasa, pertambahan bobot badannya tinggi sekali, per hari bisa mencapai 1,2 sampai 1,6 kilogram. Sampai saat ini, berdasarkan data dari Kementan telah ada 124 ekor kelahiran sapi Belgian Blue yang berhasil dikembangbiakkan baik dari hasil Transfer Embrio (TE) maupun Inseminasi Buatan (IB) dan sudah ada sebanyak 416 ekor sapi bunting. Kementan menargetkan kelahiran 1.000 pedet Belgian Blue pada 2019 mendatang, baik melalui IB maupun TE.
Selain itu, penambahan indukan impor juga telah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2015 dan 2016 sebanyak 6.323 ekor yang didistribusikan ke Provinsi Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Utara dan Riau. Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Ditjen PKH Kementan pada bulan Nopember 2018, indukan impor yang dipelihara oleh kelompok peternak saat ini telah berkembang menjadi sebanyak 7.439 ekor atau telah mengalami pertumbuhan sebesar 17,65% karena bertambah 1.116 ekor dari jumlah awal. Bahkan dalam waktu dekat ternak tersebut kemungkinan akan bertambah lagi karena ada 560 ekor dalam keadaan bunting.
“Kita juga telah menambah sapi indukan impor sebanyak 2.065 ekor pada tahun 2018 kemarin dan telah mendistribusikannya kepada 115 kelompok peternak dan 8 UPTD yang tersebar di 14 provinsi, diantaranya: Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat”, ungkap I Ketut Diarmita.
I Ketut berharap dengan adanya penambahan indukan impor ini diharapkan terjadi peningkatan share produksi daging sapi dalam negeri dan bertambahnya usaha sapi berskala usaha komersil di tingkat peternak, sehingga populasi secara nasional akan bertambah, sekaligus akan bertambah sumber input produksi sebagai investasi yang menjadi pondasi menuju swasembada daging sapi yang dicanangkan tercapai di tahun 2023.