JAKARTA (Independensi.com) – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Soesatyo menilai upaya pembebasan ustad Abu Bakar Ba’asyir oleh Presiden Joko Widodo bukan sebagai strategi politik presiden menjelang pemilihan presiden 2019.
“Saya tidak melihat upaya pembebasan Ustad Ba’asyir oleh Presiden Jokowi sebagai strategi politik jelang Pilpres. Keputusan tersebut sangat manusiawi,” tegas Bambang, Jumat (18/1/2019).
Karena itu dia berharap semua pihak mendukung dan berbaik sangka. “Karena landasan hukum untuk mengeluarkan kebijakan tersebut sudah sesuai dan kuat,” tutur Bambang dalam rilisnya menanggapi kebijakan presiden untuk membebaskan Ba’asyir dari tahanan.
Apalagi, kata dia, sebelumnya presiden sudah membahasnya sejak awal 2018 melibatkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menkopolhukam Wiranto dan pakar hukum Yusril Ihza Mahendra untuk mengkaji dari sisi keamanan dan kesehatan Ustad Ba’asyir.
“Sehingga adanya kekhawatiran munculnya teror baru seusai Ustad Ba’asyir dibebaskan dari tahanan telah diantisipasi sejak dini,” kata Bamsoet demikian biasa dia disapa.
Dia pun menilai pertimbangan presiden membebaskan Ba’asyir yaitu alasan kemanusian sudah tepat sehingga hendaknya tidak dipolitasir, terutama karena Ba’asyir sudah sepuh dan sakit-sakitan serta telah menjalani sebagian besar masa hukuman.
“Jangan lupa ustadz Ba’asyir telah delapan tahun menjalani masa hukumannya. Sebagai Lansia, ada saja gangguan kesehatan yang dihadapinya.”
Oleh karena itu, katanya, wajar saja jika Presiden menyetujui usul pembebasan Baasyir. “Biar keluarga di Solo yang akan menjaga dan merawat beliau.”
Keputusan Presiden, dinilainya juga jadi sangat layak karena Ba’asyir sangat kooperatif dan berkelakuan baik selama menjalani masa hukuman.
Dikatakannya dengan kembali ke rumah dan dirawat keluarga diharapkan Ustadz Ba’asyir bisa memulihkan kesehatan dan kebugarannya agar bisa kembali berda’wah, menyebarluaskan pesan kebaikan dan persatuan umat.
Dikatakan juga Bamsoet untuk memberikan pembebasan ada beberapa opsi yang bisa diambil presiden. Pertama memberikan PB atau pembebasan bersyarat sesuai Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Opsi kedua melalui pemberian grasi yang sesuai pasal 14 UUD 1945 adalah hak konstitusional yang diberikan kepada presiden untuk memberi pengampunan kepada narapidana dengan melalui sejumlah pertimbangan.
Sehingga, kata Bamsoet, secara konstitusi apapun keputusan dari Presiden Jokowi kepada Ustad Ba’asyir dengan memberikan PB atau grasi sudah sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Pembebasan Ba’asyir, katanya lagi, juga sesuai semangat reformasi bidang hukum Pemerintahan Presiden Jokowi.
Dalam pembahasan Revisi KUHP yang saat ini masih dibahas Komisi III DPR dengan pemerintah, pemerintah mengusulkan untuk memberikan pembebasan pidana kepada narapidana yang telah berumur 70 tahun.
Pasal dalam Revisi KUHP tersebut secara prinsip telah disetujui fraksi-fraksi di DPR RI. Termasuk, alasan kemanusiaan untuk memberikan pembebasan kepada seorang narapidana. Usia Ustad Ba’asyir sendiri telah lebih dari 80 tahun. (MJ Riyadi)