JAKARTA (Independensi.com) – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Bambang Soesatyo menegaskan netralitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI dalam pemilihan umum merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan kualitas demokrasi.
Menurut Bambang di Jakarta, Senin (21/1/2019) netralitas TNI-Polri adalah amanah reformasi yang diatur dalam TAP MPR RI Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dikatakannya dalam Undang-Undang tentang TNI dengan tegas menyatakan anggota TNI dilarang menjadi anggota partai politik, mengikuti kegiatan politik praktis dan kegiatan ingin jadi anggota legislatif maupun jabatan politis lainnya.
“Jika ada yang ingin jadi anggota parpol, mengikuti kegiatan politik praktis, atau maju di Pemilu harus mundur dari keanggotaan TNI,” tuturnya saat mengisi kuliah umum “Peran Legislatif dalam Menjaga Netralitas TNI Pada Pemilu’, di depan peserta Sekolah Staf dan Komando (Seskoal) TNI Angkatan Laut di Jakarta.
Dikatakan Bamsoet demikian biasa disapa bahwa dengan sikap netralitasnya itu maka TNI harus mengedepankan profesionalisme dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
“Sebagai institusi negara dalam menjaga pertahanan dan kedaulatan negara, TNI harus berdiri di atas kepentingan nasional. Bukan diatas kepentingan parpol. Politik TNI adalah politik kenegaraan dan politik kebangsaan,” ujar Bamsoet.
Dikatakannya juga untuk meningkatkan profesionalisme TNI, DPR setiap tahun selalu meningkatkan alokasi anggaran untuk TNI. Baik untuk penguatan kelembagaan, sarana prasarana, alutsista serta pendidikan dan latihan.
Politisi partai Golkar menambahkan untuk menanamkan karakter netralitas kepada setiap anggota TNI harus dimulai semenjak pendidikan di akademi militer, maupun dalam jenjang pendidikan dan latihan berikutnya.
“Profesionalisme dan netralitas TNI harus diwujudkan dalam bentuk kelembagaan, reformasi birokrasi serta perubahan sikap mental dan perilaku,” kata politisi Partai Golkar.
Dibagian lain dalam konteks bela negara, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga mengingatkan kesiapan TNI menghadapi psywar dan proxy war, karena ancaman perang saat ini bukan lagi perang fisik. Tapi lebih kepada perang ideologi dan teknologi yang disebarkan melalui dunia maya, baik berupa hoax ataupun ujaran kebencian.
“Mengobrak-abrik sebuah negara tidak lagi harus melalui agresi militer semata. Namun, cukup dengan mengobrak abrik melalui penyebaran hoax dan ujaran kebencian. TNI harus membuka mata terhadap hal ini dan ikut dalam perang terhadap hoax dan ujaran kebencian,” tegas Bamsoet.
Potensi lain ancaman penjajahan asing terhadap bangsa Indonesia, kata Bamsoet, adalah dengan menguasai Indonesia tidak perlu dengan mengunakan kekuatan militer, cukup dengan menguasai dan mempengaruhi partai-partai politik.
Dia menyebutkan sudah menjadi rahasia umum pembiayaan partai politik tidak sepenuhnya di sokong negara melalui APBN. Padahal mengelola parpol dibutuhkan dana sangat besar.
Oleh karena itu, kata mantan Ketua Komisi III DPR, parpol sangat rawan dipengaruhi kekuatan-kekuatan tertentu yang memiliki kemampuan ekonomi baik dalam maupun luar negeri. “Karena itu jika para elitnya tidak dibekali kecintaan terhadap merah putih dan NKRI serta berjiwa nasionalisme yang tinggi. Disinilah peran TNI diperlukan sebagai penjaga terakhir benteng kedaulatan bangsa dan negara yang kita cintai ini,” ucapnya.
Hadir dalam kuliah umum ini antara lain Komandan Seskoal Laksda TNI Amarulla Octavian, Wakil Komandan Seskoal Laksma TNI Tatit Eko, Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, para pejabat Seskoal serta ratusan peserta didik Seskoal TNI. (MJ Riyadi)