LONDON (Independensi.com) – Keberhasilan delegasi Indonesia menggolkan proposal Indonesia terkait bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok sehingga disetujui pada Sidang International Maritime Organization (IMO) di London, merupakan kesuksesan dan hasil kerja bersama semua pihak yang terlibat.
Oleh karenanya Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Basar Antonius pun lantas menyampaikan terima kasih atas kerja keras delegasi Indonesia, khususnya Asisten Deputi Bidang Navigasi dan Keselamatan Maritim Kemenkomar, Odo Manuhutu, Kepala Distrik Navigasi Kelas I Dumai, Raymond Sianturi, Kepala Dinas Hukum TNI AL, Kresno Buntoro dan Kepala Dinas Nautika Pushidros, Dyan Primana sehingga proposal TSS Indonesia tersebut dapat diterima dalam Experts Group on Ship Routeing.
Tidak lupa, Basar juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dukungan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London, Atase Perhubungan RI di London, Basarnas, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan Pusat Unggulan IPTEK Keselamatan Kapal dan Instalansi Laut serta jajaran Ditjen Perhubungan Laut khususnya Direktorat Kenavigasian, Bagian Hukum dan KSLN serta Humas Ditjen Perhubungan Laut yang terlibat dalam proses tersebut.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Navigasi dan Keselamatan Maritim Kemenkomar, Odo Manuhutu yang berkesempatan menyampaikan General Information terhadap pengajuan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok dalam Experts Working Group on Ship Routeing mengatakan, bahwa Indonesia mengajukan TSS untuk memastikan keselamatan, perlindungan lingkungan maritim dan keamanan serta pertumbuhan ekonomi dan juga tentang penyediaan barang-barang Internasional.
“TSS di kedua selat berfungsi untuk memastikan keselamatan dan keamanan,” tegas Odo Manuhutu.
Pada 2018, jumlah pelayaran di Selat Lombok kurang lebih 40.000 kapal. Jumlah di Selat Sunda lebih dari 50.000 kapal. Jumlah ini akan terus meningkat selama bertahun-tahun.
Dengan adanya TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, diharapkan dapat mengurangi jumlah kejadian atau kecelakaan laut di kedua Selat tersebut dengan memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan di wilayah tersebut.
“Untuk negara kepulauan seperti Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau, keselamatan bukanlah pilihan. Keselamatan adalah suatu keharusan,” tegas Odo.
Selain itu, TSS di kedua selat juga berfungsi untuk memastikan pertumbuhan ekonomi di sektor maritim. Selat Sunda menghubungkan dua dari lima pulau terbesar di Indonesia.
“TSS menghubungkan Pulau Jawa dengan lebih dari 140 juta orang dengan Pulau Sumatera dengan lebih dari 50 juta orang,” jelas Odo.
Pengajuan TSS Indonesia tersebut sangat sejalan dan merupakan penjabaran dari Visi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo tentang Poros Maritim yaitu Kebijakan Kelautan Nasional Indonesia untuk berperan aktif dalam organisasi internasional dan khususnya di sektor maritim.
Pemerintah merencanakan untuk meningkatkan investasi dalam bidang keselamatan pelayaran. Rencananya akan dianggarkan lebih dari 20 juta Dolar AS dalam tiga tahun ke depan untuk meningkatkan peralatan utama di kedua selat tersebut termasuk Vessel Traffic Services (VTS) dan pelatihan bagi peningkatan kompetensi para petugas,” tutup Odo.
Adapun setelah ditetapkannya TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, Pemerintah Indonesia harus melakukan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan, meliputi Vessel Traffic System (VTS), Stasiun Radio Pantai (SROP), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), serta peta elektronik yang up to date dan menjamin operasional dari perangkat-perangkat penunjang keselamatan pelayaran tersebut selama 24 jam 7 hari.
Pemerintah Indonesia juga wajib mempersiapkan regulasi, baik lokal maupun nasional terkait dengan operasional maupun urusan teknis dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran di TSS yang telah ditetapkan.