JAKARTA (Independensi.com) – Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan langkah Presiden Joko Widodo menganulir keputusannya yang mengubah hukuman I Nyoman Susrama terpidana kasus pembunuhan wartawan Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa dari hukuman seumur hidup menjadi 20 tahun penjara melalui mekanisme remisi seperti diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi, sudah tepat.
“Ya bagus dan sudah tepat. Meskipun (penganuliran–Red) dilakukan setelah banyak menerima protes dan keberatan banyak pihak, termasuk kalangan wartawan maupun dari keluarga wartawan korban pembunuhan,” kata Abdul Fickar kepada Independensi.com, Minggu (10/2/2019).
Dia pun menegaskan harusnya dicabut dan diperbaiki Keppres Nomor 174 Tahun 1999 tentang pemberian Remisi yang antara lain mengatur perubahan jenis hukuman dari hukumam seumur hidup menjadi pidana penjara sementara seperti diatur dalam pasal 9 dan pasal 10.
Alasannya Keppres yang memberi legalitas terjadinya perubahan jenis hukuman tersebut adalah merupakan tindakan yang melampaui kewenangan.”Sebab akan dan sudah mengubah putusan pengadilan,” tuturnya.
Padahal, tegas Abdul Fickar, yang namanya putusan pengadilan kalau mau dirubah harus juga melalui putusan pengadilan, baik pada tingkat banding, kasasi dan Peninjauan Kembali atau PK.
“Jika pun mau, Presiden bisa menggunakan kewenangannya melalui pemberian grasi, abolisi dan amnesti seperti diatur pasal 14 UUD1945. Atau aturan itu (Keppres) ditingkatkan setingkat undang-undang seperti Perppu Peraturan Pemerintah Pengganti Undan,” kata Staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini
Oleh karena itu, tuturnya, untuk mengubah jenis hukum bukan melalui remisi. “Karena kalau yang namanya remisi hanya pengurangan masa menjalani hukuman dengan hukumannya tetap bukan mengubah hukuman menjadi lebih kecil,” katanya.
Dia menambahkan agar obyektifitas dapat terjaga dan tidak terkesan sikap dan keputusan pemerintah mudah berubah terutama di bidang penegakan hukum maka ke depan rezim pemerintahan siapa pun harus ada kesadaran bahwa Presiden dan jajarannya adalah pelaksana undang-undang termasuk putusan hakim. “Karena itu harus dijaga agar tindakan atau kebijakannya tidak melampaui kewenangannya,” ucap Abdul Fickar.
Selain itu, tuturnya, presiden sebagai pimpinan tertinggi negara harus bijaksana mempertimbangkan banyak aspek dalam masyarakat. “Sekalipum kepentingan aspek tersebut tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan kekompok atau partainya. Karena presiden adalah pimpinan semua rakyat Indonesia, tanpa kecuali siapapun,” kata Abdul Fickar.
Seperti diketahui Presiden Jokowi menyampaikan kalau dia telah menganulir keputusannya dengan membatalkan pemberian remisi kepada I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan wartawan Radar Bali dengan alasan antara lain menyangkut rasa keadilan dimasyarakat dan adanya masukan dari publik.
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo, Sabtu (9/2/2019) sela-sela kegiatannya di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan. Dikatakan Jokowi bahwa pembatalan remisi setelah mendapatkan masukan-masukan dari masyarakat, termasuk dari rekan-rekan jurnalis.
Dia pun memerintahkan Dirjen Pemasyarakatan menelaah dan mengkaji pemberian remisi itu. “Kemudian Jumat kemarin telah kembali di meja saya. Sudah sangat jelas sekali sehingga sudah diputuskan sudah saya tanda tangani untuk dibatalkan,” tutur Jokowi. Dengan dianulirnya keputusan presiden mengenai perubahan hukuman tersebut maka terpidana Susrama tetap harus menjalani hukuman seumur hidup. (M Juhriyadi)