Pengamat: Penerima Aliran Dana Proyek BTS BAKTI Bisa Disangka Turut Serta Korupsi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Dua saksi mahkota Irwan Hermawan dan Windi Purnama blak-blakan mengungkap adanya sejumlah pihak menerima aliran dana diduga hasil korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo dalam sidang dengan terdakwa Johnny Plate dan kawan-kawan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Menurut pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar dengan adanya pengakuan atau keterangan dari kedua saksi sebenarnya sudah cukup sebagai dua alat bukti untuk menjadikan pihak-phak tersebut dilakukan penuntutan atau diijadikan sebagai tersangka.

“Memang sudah cukup dua saksi itu sebagai dua alat bukti. Tapi kalau mau lebih aman ditambah satu atau dua alat bukti lagi,” tutur Fickar kepada Independensi.com, Kamis (28/09/2023).

Dia menyebutkan terhadap pihak-pihak tersebut, baik dari pihak swasta dan apalagi dari unsur pemerintah atau negara jika memang menerimanya bisa disangkakan turut serta melakukan korupsi.

“Mereka baik swasta apalagi dari unsur pemerinmtah atau negara jika menerima maka bisa disangkakan dengan sangkaan turut serta korupsi,” kata staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini.

Seperti diketahui dalam sidang Johnny Plate dan kawan-kawan, Selasa (26/9/2023) jaksa penuntut umum antara lain menghadirkan saksi Irwan Hermawan Komisaris PT Solitech Media Sinergy dan Windi Purnama Direktur Multimedia Berdikari Sejahtera.

Keduanya saat bersaksi sama-sama mengungkapkan kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta diketuai Fahzal Hendri mengenai adanya dana dari proyek BTS mengalir kepada sejumlah pihak.

Antara lain kepada Komisi I DPR RI uang sebesar Rp70 miliar yang diserahkah Windi melalui Nistra Yohan yang diketahui staf ahli dari anggota Komisi I DPR RI. Windi juga mengaku menyerahkan uang Rp 40 miliar kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sementara itu Irwan mengakui pernah menyerahkan uang untuk pengamanan perkara proyek BTS 4G BAKTI Kominfo sebesar Rp15 miliar kepada Edward Hutahean dan kepada Wawan sebanyak dua kali sebesar Rp30 miliar serta kepada seseorang bernama Dito Ariotedjo sebesar Rp27 miliar.(muj)