Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menerima perwakilan guru honorer se-Bali, NTT, dan NTB, di ruang kerjanya, Senin (18/3/19).

Bamsoet: Skema P3K Solusi Terbaik bagi Tenaga Honorer

Loading

Jakarta (Independensi.com) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Soesatyo menegaskan para wakil rakyat di DPR sangat peduli terhadap Tenaga Honorer Kategori II. Baik yang berasal dari kalangan guru, tenaga kesehatan, maupun penyuluh pertanian.
Karena itu dia menilai skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang menjadi keputusan dalam rapat kerja antara Komisi X DPR dan Pemerintah menjadi solusi terbaik dalam menyelesaikan status bagi Tenaga Honorer Kategori (THK) II.
“Apalagi payung hukumnya sudah ada, seperti PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajeman P3K dan peraturan perundang-undangan lainnya,” kata Ketua DPR saat menerima perwakilan guru honorer se-Bali, NTT, dan NTB, di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Senin (18/03/19).
Dia sendiri menyebutkan guru THK-II yang berjumlah sekitar 150.669 diberikan kesempatan untuk mengikuti seleksi tes CPNS. “Jika tidak lolos, mereka diberi kesempatan mengikuti seleksi P3K. Ini solusi terbaik yang bisa diberikan kepada para THK-II,” kata Bamsoet demikian biasa dia disapa.
Bamsoet pun mengajak para tenaga honorer agar jangan mau dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan politik. Adanya klaim sepihak yang menyatakan bisa mengangkat secara langsung tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS), tak lebih hanyalah janji-janji manis belaka.
“DPR RI selalu terbuka terhadap rakyat. Kita sampaikan apa adanya agar rakyat bisa memahami kondisi yang sebenarnya. Kita tidak ingin memberikan janji-janji manis yang justru bisa melukai hati dan perasaan rakyat,” kata politisi Partai Golkar ini.
Dikatakannya juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak memberikan ruang hukum pengangkatan secara langsung tenaga honorer menjadi PNS.
“Jadi jika ada pihak yang ingin secara langsung mengangkat honorer menjadi PNS, sama saja menabrak UU,” jelasnya seraya menambahkan ada aturan hukum yang jelas diatur UU ASN yang tidak boleh dilanggar.
“Seperti jenjang usia dan pendidikan untuk dapat menjadi PNS. Misalnya, batas minimal PNS adalah 35 tahun. Lalu bagaimana dengan nasib THK-II diatas 35 tahun? Jika diangkat menjadi PNS, sama saja melanggar undang-undang,” tegas Bamsoet.
Karena itu, katanya, solusi P3K yang disepakati DPR dengan pemerintah telah memberikan kepastian hukum kepada tenaga honorer terhadap posisi pekerjaan mereka.
Tidak hanya guru honorer, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian juga sudah mengikuti seleksi P3K Tahap 1 yang dilakukan pada rentang waktu Februari – Maret 2019.
“Dari catatan setidaknya ada 69.533 Guru THK-II yang memenuhi kualifikasi S1 dan berusia diatas 35 tahun ikut seleksi P3K. Jika lolos, mereka akan menerima gaji setara PNS yang baru direkrut. Dengan demikian kesejahteraannya juga meningkat,” jelas Bamsoet.
Bagi THK-II yang tidak lolos seleksi P3K, tutur dia, akan tetap diperhatikan negara. Mereka masih bisa diberi kesempatan bekerja di instansi pemerintah dengan gaji sesuai Upah Minum Regional (UMR) di daerah masing-masing. Sehingga tidak ada lagi tenaga honorer yang dibayar secara tidak layak.(MUJ)