BOGOR (IndependensI.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) tahun ini menjadikan Program #SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani) menjadi program utama. Implementasinya dimulai dari perbaikan infrastruktur air sampai penguatan kelembagaan petani.
Hal ini disampaikan Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Prof. Dedi Nursyamsi pada acara Focus Group Discussion Tata Kelola Infrastruktur Pertanian dengan tema Infrastruktur Pertanian Mendukung Program #SERASI di Bogor, Kamis (4/4).
Dedi menjelaskan perbaikan infrastruktur pertanian, baik berupa perangkat keras yang meliputi jaringan irigasi, drainase, tanggul, micro dam, pintu air, dan lain-lain dan juga perangkat lunak seperti penguatan kelembagaan petani diyakini mampu mendongkrak produksi pangan di lahan rawa. Hal ini diperoleh dari adanya peningkatan indeks pertanaman (IP) maupun produktivitas.
“Pengungkit produktivitas pertanian itu meliputi infrastruktur dan inovasi teknologi pertanian. Irigasi pertanian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produktivitas padi sawah, yaitu sekitar 40 persen, diikuti oleh varietas dan pemupukan berimbang masing-masing sekitar 20 persen, lalu pengendalian organisme pengganggu tanaman dan pemberdayaan sumberdaya manusia pertanian masing-masing sekitar 10 persen,” jelas dia.
Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Prof. Budi Indra Setiawan mengatakan bahwa Korea Selatan telah sukses mengembangkan rawa di kota Saemangeum dengan membangun tanggul sepanjang 33 km seluas 400 km2. Pembangunan rawa ini selain untuk pengembangan pertanian, juga untuk sektor pariwisata, perikanan, dan lain-lain.
“Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan rawa itu adalah keberlanjutan. Dengan demikian maka kita harus memperhatikan beberapa indikator keberlanjutan yang meliputi keuntungan petani, biaya produksi, harga jual, intensitas tanam, produktivitas lahan, produktivitas air, produktivitas energi, faktor emisi, dan degradasi tanah dan air,” kata Budi.
Peneliti Balai Penelitian Lahan Rawa Banjarbaru, Khairil Anwar mengatakan sejak pembukaan rawa untuk sawah tahun 1969 hingga saat ini (selama 50 tahun) perbaikan infrastruktur air hanya sedikit saja dan sebagian besar infrastruktur air tersebut banyak mengalami kerusakan dan tidak berfungsi. Banyak terjadi endapan lumpur di saluran air irigasi atau drainase primer, sekunder, dan tersier. Demikian pula micro dam dan pintu air banyak yang rusak sehingga fungsinya menurun bahkan hilang.
“Infrastruktur air yang rusak ini mengakibatkan terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Selain itu karena air tidak bergerak maka hasil oksidasi pirit (senyawa yang sangat masam – red), Fe, Al, dan garam dapat meracuni tanaman sehingga produksi tanaman turun bahkan mati,” terang Khairil.
“Faktor-faktor tersebut harus ditanggulangi bila kita ingin mengembangkan lahan rawa,” sambungnya.(adv)