JAKARTA (IndependensI.com) – Penyelesaian asset recovery kerugian negara akibat korupsi di era Presiden Joko Widodo ternyata belum optimal. Data terbaru Indonesia Corruption Watch (ICW) pun menyebut nilai kerugian negara akibat korupsi di Indonesia sepanjang 2018 mencapai Rp 9,2 triliun.
Pengamat kejaksaan Yanuar Wijanarko mengatakan, kondisi ini terjadi akibat fungsi Pusat Pemulihan Aset (PPA) di era Jaksa Agung Prasetyo bak macan ompong. “Apalagi pasca dikriminalisasinya jaksa Chuck Suryosumpeno, kinerja PPA makin seperti jalan di tempat,” kata Yanuar di Jakarta, Senin 29 April 2019.
Saat Chuck menjabat Kepala PPA, lanjut Yanuar, kejaksaan berhasil berkontribusi menyelamatkan aset negara sebesar Rp 3,5 triliun hanya dalam kurun waktu 2 tahun. Bahkan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku tersebut pernah berjanji di tahun 2015 bisa mengoptimalkan asset recovery dengan mengembalikan kerugian negara sebanyak Rp 10 triliun.
Yanuar menambahkan, janji Chuck itu diprediksi bisa terwujud asal para pejabat tinggi insan Adhyaksa mempunyai visi misi yang sama dalam menegakkan hukum di Indonesia. Sekaligus memiliki tujuan membuat jera para koruptor dengan rezim asset recovery, yang digagas oleh Chuck.
“Sayangnya kan tidak demikian kenyataannya. Sebab masih banyak oknum pejabat kejaksaan yang diduga bermain dengan aset-aset para koruptor, jadi mustahil disetorkan ke negara. Alhasil, supaya ‘aksi’ mereka berjalan lancar, ya jalan satu-satunya menyingkirkan Chuck dari kejaksaan,” ujarnya.
Ia pun berharap, presiden terpilih nanti bisa menyelamatkan anak bangsa berprestasi tersebut, agar bisa memulihkan tunggakan aset koruptor senilai Rp 9,2 triliun. Diakuinya, hanya Chuck yang expert dan tahu bagaimana merebut kembali keuangan negara yang dikorupsi.
“Dibutuhkan political will untuk persoalan asset recovery ini. Jika ditanya cara untuk mendapatkan uang Rp 9,2 triliun yang dicuri koruptor tersebut, ya Chuck Suryosumpeno jawabannya,” kata dia.
Sebagai informasi, data kerugian negara yang belum disetor ke negara tersebut berdasarkan data putusan perkara korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, serta Mahkamah Agung.
Sementara peneliti ICW, Lalola Easter menyebut permasalahan asset recovery masih jadi tantangan sendiri. Dengan kerugian negara sebesar Rp 9.290.790.689.756, upaya pengembalian kerugian tersebut belum maksimal.
Jumlah kerugian ini baru “diganti” sebesar 8,7 persen saja, lewat pidana tambahan uang pengganti, yang sebesar Rp 805,064 miliar dan US$ 3,01 juta.