JAKARTA (IndependensI.com) – Dewan Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia (AKPI) pada Rabu,(19/6/2019) menggelar Rapat Anggota AKPI di Menara Batavia, Jakarta. Ketua Umum AKPI, Poernomo Siswoprasetijo secara resmi membuka acara yang dihadiri Dewan Pembina, Dewan Pengurus, anggota AKPI, perwakilan dari kementerian dan stakeholder terkait lainnya.
Kegiatan tersebut dalam rangka menyusun program kerja AKPI untuk periode 2019-2020. Hasil rapat anggota antara lain menyusun program kerja yang bersinergi dengan program-program Kementerian Pariwisata, kementerian terkait lainnya dan para pemangku kepentingan di industri pariwisata Indonesia; membahas kebutuhan dan target yang harus dicapai untuk peningkatan investasi, deregulasi kebijakan; penentuan isu skala prioritas serta pengembangan 3 A (Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas) di kawasan destinasi pariwisata.
Dalam sambutannya, Ketua Umum AKPI, Poernomo Siswoprasetijo mengatakan program kerja AKPI ini sangat mendukung program pemerintah dalam pengembangan pariwisata Indonesia dan mendorong terselenggaranya kegiatan-kegiatan positif untuk para anggota asosiasi.
“Saya berharap program kerja AKPI ini turut berperan dalam mewujudkan cita-cita 100 Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Indonesia sehingga nantinya meningkatkan devisa negara.” ujar Poernomo Siswoprasetijo.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Hiramsyah S. Thaib, selaku salah satu Dewan Pembina AKPI sekaligus sebagai Ketua Tim Percepatan 10 Bali Baru Kementerian Pariwisata dan Ketua Kelompok Kerja Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata, yang hadir sebagai pembicara memaparkan materi mengenai “Perencanaan Pembangungan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata di Indonesia.”
Dalam paparannya, Hiramsyah menyampaikan bahwa pemerintah telah memberikan dukungan dan komitmen yang tinggi terhadap sektor pariwisata Indonesia meliputi pembangunan, perkembangan dan pertumbuhannya.
Data mencatat, pertumbuhan sektor pariwisata sekarang ini telah mencapai hingga 22%, dimana angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan sektor pariwisata dunia yang hanya mencapai 6,4% dan ASEAN yang sebesar 7%.
“Saya sangat optimis, ke depannya sektor pariwisata merupakan sektor yang mencatatkan pertumbuhan tinggi sebagai penghasil devisa negara.” tegas Hiramsyah S. Thaib dalam paparan materinya di hadapan para anggota AKPI.
Lebih lanjut Hiramsyah menjelaskan pengembangan 10 Bali Baru diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp 500 triliun. Dana tersebut ditargetkan sebesar 32% atau Rp 170 triliun dari investasi pemerintah dan sebanyak 78% atau Rp 330 triliun dari investasi swasta (PMDN dan PMA).
Perkembangan saat ini, sudah ada empat KEK Pariwisata di area 10 Bali Baru, yaitu KEK Pariwisata Tanjung Kelayang Belitung dengan total investasi USD 1,4 miliar; Tanjung Lesung (USD 4 miliar), Morotai (USD 2,9 miliar), dan Mandalika (USD 3 miliar). Selain itu, 12 KEK Pariwisata berikutnya sedang dalam proses pengembangan dimana 3 KEK Pariwisata sudah dalam proses penetapan (Tanjung Gunung, Sungai Liat, Singosari) dan 9 lainnya dalam proses usulan dan penetapan dalam waktu dekat.
Proses kesiapan diharapkan akan mendukung pertumbuhan hingga double digit pada investasi pariwisata. Pembangunan KEK Pariwisata ini akan menarik devisa yang dibawa wisatawan dan investasi asing atau penanaman modal asing (PMA).
Dalam proses pengembangan KEK, terdapat 3 faktor usulan yang menjadi perhatian utama yaitu (i) kesiapan infrastruktur termasuk jalan, pelabuhan, bandar udara, listrik, gas, air bersih, rel KA; (ii) kejelasan rencana pengembangan KEK (rencana pengembangan infrastruktur, penyerapan SDM, kelayakan ekonomi dan finansial, rencana bisnis, tahapan lingkungan, dampak lingkungan); dan (iii) investor potensial (kredibilitas pengembang, kredibilitas pelaku usaha untuk menjadi anchor). Selain itu, hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah dukungan pemerintah daerah, tata ruang dan pertanahan, serta lokasi strategis.
Hiramsyah menekankan, ada dua poin penting dalam pengembangan KEK Pariwisata, yang pertama adalah kelengkapan bisnis model dan yang kedua administrasi. Dua poin ini harus jalan beriringan. Jangan hanya punya kelengkapan administrasinya, sementara bisnis model yang menjadi syarat penting justru terlupakan.
Investasi di bidang pariwisata dinilai akan lebih menarik karena adanya kemudahan dan kecepatan perizinan, insentif fiskal, sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), serta dukungan pembangunan infrastruktur. Dengan adanya pertumbuhan tinggi di sektor pariwisata, KEK Pariwisata diproyeksikan dapat menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia dan direncanakan untuk menjadi solusi terbaik dalam mengembangkan perekonomian daerah. (Chs)