JAKARTA (IndependensI.com) – Menyikapi opini masyarakat yang terjadi perihal turunnya harga garam di pasaran domestik, Kemenko Bidang Kemaritiman melalui Deputi Bidang Koordinasi SDA dan Jasa, Agung Kuswandono menggelar Bincang Maritim yang dilanjutkan dengan konferensi pers, bertajuk ‘Progres dan Permasalahan Garam Nasional’, bertujuan untuk mempertemukan para pihak terkait, di antaranya perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Pusat Statistik, Bupati Kupang dan PT Garam dengan insan media.
“Ada berita anjloknya harga garam, opini berseliweran, kami cari solusi dengan pihak terkait. Kami hanya ingin tidak ada polemik terkait turunnya harga garam, semua sudah tertata dengan rapi dan kami sudah siapkan langkah-langkah yang jelas sampai dengan tahun 2024, bahkan sudah ada rencana pembangunan pabrik besar di Gresik,” ujar Deputi Agung di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Dijelaskan oleh Deputi Agung, untuk garam rakyat, adalah garam yang kadar NaCl-nya plus impuritiesnya mendekati garam industri, yakni garam dengan kualitas Level 1 (K1). Sementara, harga garam yang anjlok saat ini adalah garam dengan level K2 dan K3, yaitu berkadar NaCl dibawah standar yang telah ditentukan.
“Utamanya kita harus terus edukasi petani garam untuk tidak produksi garam saja, tetapi agar diperhatikan juga kadar NaCl-nya, itulah pentingnya edukasi. Nah, kondisi saat ini, sebagian besar garam yang diproduksi kurang berkualitas akan tetapi minta harga tinggi, ya tidak bisa begitu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Deputi Agung menyatakan, pihaknya yang bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait lainnya akan berupaya mendorong agar garam dapat kembali menjadi barang kebutuhan pokok, atau barang penting.
“Kami akan berkoordinasi dengan KKP dan Kementerian Perdagangan melalui pertimbangan BPS, Kemenperin dan institusi terkait lainnya,” terang Deputi Agung.
Deputi Agung lantas menjelaskan berbagai hal penting terkait pergaraman nasional dan upaya terus menerus untuk mewujudkan swasembada garam 2020, antara lain ekstensifikasi lahan garam (membuka lahan baru), intensifikasi lahan garam (merubah lahan garam terintegrasi), peningkatan kualitas garam, penyerapan garam rakyat, harga garam rakyat, kegunaan garam dan fortifikasi yodium garam makan.
“Garam ini tidak sesederhana yang terjadi selama ini, garam ini sangat kompleks, karena ada banyak aspek disini. Kita juga berupaya menciptakan tenaga kerja pergaraman melalui vocational training yang terintegrasi dengan ladang garam, rencananya di NTT, bisa di Kupang atau Nagekeo. Karena diakui atau tidak tenaga kerja yang mau bekerja di pergaraman saat ini sudah mulai berkurang,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan perihal adanya permasalahan harga garam pasca produksi, dan isu kebocoran impor garam, Deputi Agung lantas menegaskan, bahwa sejauh ini tidak ada masalah di tata niaga garam
“Dari petani langsung diserap PT Garam dan industri pengolah garam di bawah binaan Kemenperin, dan sampai saat ini sisa 10 persen diprediksi akan habis terserap semua, tata niaga tak masalah, Itu hanya masalah garam K2 dan K3 yang mau harga tinggi. Terkait kebocoran impor? sampai saat ini secara data belum ada. Intinya kita tidak mau saling menyalahkan, bila ada yang kurang-kurang, itu yang akan terus kita perbaiki,” tegas Deputi Agung.
Adapun, saat ini intensifikasi lahan eksisting sudah diimplementasikan di Madura (Sampang, Pamekasan, Sumenep), Jawa Timur (Gresik, Lamongan), Jawa Tengah (Pati, Rembang, Demak, Jepara), Sulawesi Selatan (Jeneponto, Takalar, Pangkep) dan NTB (Sumbawa, Bima). Dan ekstensifikasi lahan sudah dilaksanakan di Aceh dan NTT (Kupang, Nagakeo, Rote, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara) dan NTB.
Sementara itu, Deputi Bidang Teknologi, Informasi, Energi dan Material BPPT, Eniya Listiani memaparkan mengenai solusi untuk mencapai swasembada garam. Dia mengatakan, Indonesia membutuhkan lahan total sekitar 40.000 ha dengan produksi garam sebanyak 4 juta ton/tahun.
“Dengan konsep lahan terintegrasi dapat diperoleh produksi garam yang tinggi dengan kualitas mencapai garam industri antara lain, garam CAP, farmasi, garam spa dan diversifikasi produk garam antara lain minuman isotonik, bahan baku obat dan kosmetik. Kami juga sedang mengkaji potensi garam dari PLTU, dimana dari PLTU Paiton dapat diperoleh sekitar 100.000 ton garam per tahun,” jelasnya. Proyek yang masih pada tahap pre feasibility direncanakan dibangun di Suralaya dimana hasilnya ditargetkan dapat memenuhi kebutuhan industri di kawasan industri Cilegon.
Kemudian, Direktur Operasi PT Garam (Persero) Hartono menyatakan, PT Garam akan terus mengedukasi petani dan bukan hanya menyerap garam dari petani saja. Hal itu ia maksudkan agar petani garam bisa lebih meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan oleh mereka.
“Kita ingin terus edukasi petani, jadi kita tidak hanya menyerap. Diversifikasi tetap kita jalankan. Ada juga inovasi melalui penambahan zat tertentu sehingga garam ramah bagi penderita hipertensi,” jelasnya.
Penting diketahui, total produksi garam pada tahun 2018 adalah 2.719.256 ton, dengan rincian 369.626 ton merupakan produksi dari PT Garam. Diperkirakan total kebutuhan garam nasional adalah 4.700.000 ton, sejak tahun 2017 hingga 2018 terjadi peningkatan jumlah produksi garam kurang lebih 1 juta ton. Sejak tahun 2018 hingga 2019, sebanyak 15 perusahaan pengolah garam telah menjalin kerjasama dengan Kementerian Perindustrian terkait penyerapan garam lokal/rakyat. Total sebanyak 962.220 ton garam telah diserap. Sementara KKP menargetkan, Program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (15 ha) telah terealisasi sampai tahun 2018 adalah sekitar 1.416,55 ha.
Dari total kebutuhan garam nasional sebanyak 4.700.000 ton, produksi hanya 2,7 juta ton. Namun demikian, selain dengan ekstensifikasi lahan garam, Kemenko Bidang Kemaritiman pun terus mendorong intensifikasi melalui penerapan teknologi dan inovasi dengan menggandeng pihak terkait lainnya, di antaranya dengan sistem tunnel dimana panen garamnya dapat dilakukan sepanjang tahun dan tidak terpengaruh hujan, dan sistem bastekin, serta penggunaan geomembrane yang dapat meningkatkan baik kuantitas maupun kualitas garam. (Chs)