Calon Menteri Kabinet Kerja II kini banyak diperbincangkan

Menteri, Mau Mejeng Saja?

Loading

Independensi.com – Dalam pemerintahan yang menganut sistem presidential, seperti Indonesia, penunjukan Menteri itu adalah hak prerogatif Presiden, walaupun dalam praktek tidak bisa lepas dari faktor-faktor pendukung dan penentunya, seperti keahlian (zaken cabinet), perwakilan wilayah serta dukungan partai koalisi.

Belakangan ini setelah pengumuman Komisi Pemilihan Umum bahwa Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019-2024, selain masalah rekonsiliasi antar kedua pasangan Capres dan para pendukungnya, wacana mulai terfokus kepada calon menteri, baik oleh partai koalisi maupun yang bukan koalisi yang mau bergabung dan tidak ketinggalan pula dari partai utama pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno.

Memang Prof. Syafi’i Maarif pernah mengusulkan agar agar Presiden Jokowi menyusun dan memilih pembantunya dari kalangan ahli (zaken Kabinet) agar lebih lincah bergerak berdasarkan ilmu yang dimiliki tanpa kompromi dengan partai, bila dibandingkan dengan yang berasal atau disodorkan partai.

Karena memang dengan bertitik berat kepada partai pendukung dan memberikan kursi tertentu kepada orang partai bagaikan udang di balik batu, seperti kejadian di era sebelumnya, walaupun di masa periode pertama Jokowi-Jusuf Kalla tidak terlihat pengaruh partai dalam pelaksanaan tugas kabinet.

Indonesia memiliki banyak orang hebat di bidangnya masing-masing, baik akademisi maupun pengusaha walaupun bukan aktivis partai tetapi dapat diusulkan partai. Sehingga dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK hampir “tidak terdengar“ suara partai dalam penyelenggaraan pemerintahan, kecuali ketika Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mundur ketika partainya tidak mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin.

Presiden terpilih periode 2019-2024 Joko Widodo memang sering meng-wacana-kan menteri dari kaum muda, milenial yang berprestasi dan berani. Masuk akal, sebab banyak orang-orang usia muda yang berhasil baik di perguruan tinggi maupun pengusaha yang sudah go-internasional, artinya bisa dari partai ataupun dari luar partai.

Semua wacana tentang kursi menteri itu sah-saja, namun kursi yang tersedia hanya sekitar 35-an sementara partai pendukung ada berapa dan partai mana dapat berapa dan untuk yang kecil tentu tidak sama dengan partai besar, dan belakangan bagaimana dengan anak muda putra-putri Ketua Umum partai yang memang muda dan enerjik berprestasi lagi.

Belum lagi partai non-koalisi yang akan merapat, ada berapa dan dapat kursi apa? Mengingat ketersediaan jabatan yang “diperebutkan”, maka banyak yang menyodor-nyodorkan “orang-nya” baik dengan cara sopan termasuk mempromosikan.

Di saat penantian menjelang Pelantikan Presiden-Wakil Presiden terpilih 20 Oktober 2019 yang akan datang proses pemilihan anggota kabinet itu tentu akan berproses sampai diumumkan kelak.

Megawati sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan partai utama pendukung Jokowi- Ma’ruf Amin dan juga pada periode sebelumnya berkomentar, bahwa untuk menduduki menteri itu seyogyanya orang-orang yang berpengalaman minimal di DPR sehingga tahu tugas DPR sebagai pembuat Rancangan Undang-Undang serta mengenal partner kerja sehingga tahu tata pemerintahan, dan bahkan Megawati “nyeletuk”, dan berkomentar “Emang, Menteri Mau Mejeng Saja?

Komentar Ibu Mega itu bukan tanpa alasan, sebagai orang yang paling lama sebagai Ketua Umum partai, pernah Wakil Presiden dan Presiden RI ke-5 sungguh berpengalaman dalam mengisi jabatan menteri serta mengetahui faktor-faktor penentu dalam memilih orang yang tepat untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Hal tersebut perlu, sebab ada kalanya perolehan kursi kabinet itu bagi sebagian orang adalah sekedar bagi-bagi kursi, jatah-jatahan, dan kelihatannya apabila seperti itu yang terjadi dengan adanya upaya menyodor-nyodorkan calon baik partai maupun kelompok lainnya, Megawati khawatir tujuan nasional bisa tidak tercapai.

Dalam hal itu juga kita menganggap pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin perlu cermat dalam memilih orang yang mau dan mampu bekerja sesuai dengan kebutuhan nasional, bukan balas jasa apalagi sekedar bagi-bagi rejeki.

Kita yakin, penegasan Presiden Jokowi bahwa pada periode kedua masa bhaktinya tidak memiliki beban lagi karena tidak bisa lagi mencalonkan diri, sehingga beliau tidak akan terikat dengan faktor-faktor yang bisa mempengaruhi hak prerogatifnya, tetapi sekaligus juga tidak asal comot orang.

Dari sejumlah anggota Kabinet Kerja pertama, perlu dicatat Menteri PUPR Basuki Hadimulyono dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, sedikit bicara banyak kerja, juga tidak lupa penyamaan harga bahan bakar dan kebutuhan lainnya di Jawa dan pedalaman Papua dan pulau-pulau terdepan. Program seperti itu masih dibutuhkan, tentu banyak yang mampu memajukan masyarakat bangsa dan negara ini. Selamat berkarya bagi kabinet kerja berikut. (Bch)