JAKARTA (IndependensI.com) – Sehari setelah pencoblosan Pemilu 17 April 2019, lembaga survey nasional seperti LSI Denny JA, Litbang Kompas, Indikator, Poltracking, Charta Politika, Indobarometer dan lain-lain, mengumumkan hasil hitung cepat yang memenangkan pasangan nomor urut 01 Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin (Jokowi-KMA).
Hasil seluruh lembaga riset kredibel (terpercaya) itu dikonfirmasi oleh keputusan resmi KPU pada 22 Mei 2019. Lalu disahkan oleh Mahkamah Konstitusi setelah memutuskan tiadanya kecurangan atau pelanggaran sistematis, massif dan terstruktur.
Menurut beberapa lembaga survey, kunci kemenangan Jokowi-KMA ada andil besar Nahdlatul Ulama. Peran NU melawan gerakan radikal, dianggap sebagai faktor penting kemenangan tersebut. Karena kampanye melawan Jokowi dominan berupa ujaran kebencian, fitnah dan sebaran hoax memakai jargon agama. Dan melibatkan para tokoh-tokoh berbaju ustad atau ulama.
LSI Denny JA merilis hasil risetnya, bahwa dalam enam bulan, yaitu Agustus 2018 sampai Februari 2019, terjadi penurunan dukungan semua ormas Islam kepada Jokowi-KMA kecuali NU. NU justru semakin solid dan menaikkan dukungan kepada paslon 01 ini sebanyak 62,1 persen (Agustus 2018) menjadi 64,2 persen (Februari 2019).
Selanjutnya, data Exit Poll (polling dengan cara mewawancarai pemilih usai mencoblos) Indikator Politik Indonesia menyebutkan, sedikitnya 56 persen warga NU memilih Jokowi-KMA. Terbesar pemilih NU ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang merupakan basis utamanya.
Prosentase tersebut naik 12 persen dibanding Pilpres 2014, yang menemukan dukungan warga NU kepada Jokowi-JK hanya 44 persen. Sedangkan Alvara Research menyatakan bahwa pemilih paslon 01 dari nahdliyin (warga NU) adalah 54,3 persen.
Dari data tersebut menunjukkan kemenangan Jokowi-KMA di basis Nahdlatul Ulama menjadi penyeimbang utama atas kekalahan di bebrapa propinsi lain. Jatim dan Jateng menjadi penentu selisih besar kemenangan Jokowi-KMA.
Mengapa dukungan warga NU menjadi kunci kemenangan Jokowi-KMA?
Merujuk hasil survey LSI Denny JA dan Indikator Politik Indonesia, karena jumlah pemilih berlatar NU memang sangat besar. LSI Denny JA menyebut 87,8 pemilih Pilpres adalah kaum muslim. Dari porsi itu, sebanyak 49,5 persen adalah warga yang berafiliasi dengan NU.
Indikator Politik Indonesia menyebut angka lebih besar. Yaitu 60 persen pemilih muslim adalah warga NU. Maka menurut lembaga-lembaga survei tersebut, andil NU sangat besar mementukan kemenangan Jokowi-KMA.
Kaum muda NU yang tergabung dalam jamaah (grup) Penggerak Budaya, bekerjasama dengan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), didukung oleh Forum Kyai dan Muballigh Nusantara (FKMNU) akan menggelar seminar betema “Faktor NU dalam Kemenangan Jokowi-KMA”, pada Jum’at (19/7/2019) mulai pukul 13.30 di Hours Coffe and More, Jl. Boulevard Bukit Gading Raya Nomor 1, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Seminar ini bertujuan mendiskusikan hasil survey lembaga-lembaga riset opini publik tersebut dan memetakan kecenderungan warga NU dalam politik. Juga untuk merancang strategi kebudayaan dan langkah politik kebangsaan yang perlu diperankan NU di masa mendatang.
Narasumber dalam seminar ini adalah Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, Peneliti pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir dan Wakil Sekjen PBNU KH Masduki Baedhowi. Serta politisi senior Ahmad Muqowwam dan seorang komedian youtuber Arie Kriting.
Usai seminar, akan dilanjut diskusi “Merancang Agenda dan Peran NU” bersama tiga narasumber. Yaitu Komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy, ulama perempuan Hj Hindun Anisah, dan penggerak ekonomi umat Ahmad Majidun.
Acara ini akan dihadiri para aktivis kebudayaan, ulama, politisi, relawan Jokowi-KMA, tokoh-tokoh lintas agama, pegiat lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat umum. Diantara yang telah memastikan hadir ada mantan Wakil Bupati Garut Dicky Chandra, Ketua FKMNU KH M Abdul Mujib, budayawan Dr Zastrow al-Ngatawi.