AMBON (Independensi.com) – Optimalisasi pelayanan tol laut terus dilakukan pemerintah untuk menjawab dan memenuhi harapan masyarakat Maluku yang terus membutuhkan kehadiran tol laut.
Program tol laut dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP) yang telah merasakan dampak langsung manfaat dari keberadaan tol laut dalam penurunan disparitas harga dan konektivitas antar wilayah di Indonesia ditengah keterbatasan subsidi tol laut untuk tahun 2019.
Demikian yang disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Antar Lembaga, Buyung Lalana pada acara Diskusi Terbatas Penyelenggaraan Angkutan Tol Laut di Ambon, Maluku Sabtu (20/7).malam.
“Konektivitas di wilayah Indonesia Timur khususnya di kepulauan Maluku sangat dibutuhkan oleh masyarakat Maluku dan untuk itu, negara sudah hadir melalui program tol laut.
Menurut Buyung, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut terus memberikan perhatian terhadap konektivitas wilayah di Indonesia bagian Timur, salah satunya dengan mengalokasikan 30 kapal perintis dan 5 kapal tol laut dari total 158 kapal yang dimiliki Kementerian Perhubungan untuk melayani masyarakat di wilayah Propinsi Maluku dan Maluku Utara.
Begitu pentingnya konektivitas di wilayah Maluku dan Maluku Utara, Pemerintah mengalokasikan 22 kapal perintis untuk propinsi Maluku dan 8 kapal perintis untuk propinsi Maluku Utara serta 3 kapal tol laut untuk Maluku dan 2 kapal tol laut termasuk kapal Feeder untuk Maluku Utara.
“Dengan demikian, terlihat jelas bentuk perhatian dan kepedulian Pemerintah terhadap akses konektivitas di wilayah Indonesia Timur khususnya Maluku dan Maluku Utara,” kata Buyung.
Pada tahun 2019, lanjut Buyung Pemerintah menyediakan 158 kapal yang terdiri dari 113 unit kapal perintis, 4 unit kapal tol laut utama untuk logistik, 15 unit kapal kontainer feeder, 6 unit kapal ternak dan 20 unit untuk kapal Rede.
“Dari jumlah 113 kapal perintis itu, 46 trayek diberikan penugasan kepada PT. Pelni, dan 67 trayek untuk swasta. Dari seluruh armada tol laut yang dijalankan, sebanyak 80 % beroperasi di wilayah Indonesia Timur,” jelas Buyung.
Sementara itu, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko mengatakan bahwa Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan Tol Laut diantaranya dengan adanya perubahan yang cukup mendasar dari yang semula pelayanan Tol Laut itu bersifat Direct diubah menjadi pola Hub and Spoke di tahun 2019.
Perubahan tersebut ditujukan untuk tetap dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dengan jumlah daerah yang dilayani lebih luas ditengah keterbatasan subsidi tol laut untuk tahun 2019.
Lebih lanjut, Capt. Wisnu menjelaskan perubahan sistem tersebut menjadikan wilayah pelayanan Tol Laut di 3TP yang pada tahun 2016 hanya singgah di 31 pelabuhan, untuk tahun 2019 menjadi 76 pelabuhan dan volume muatan Tol Laut juga mengalami peningkatan dimana volume muatan pada tahun 2016 sebesar 81.404 ton dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 239.875 ton.
Untuk itu, lanjut Capt. Wisnu Pemerintah secara proaktif dan responsif akan memprioritaskan pemanfaatan subsidi Tol Laut dimana masyarakat pada daerah 3TP masih sangat membutuhkan Tol Laut dan mengevaluasi Tol Laut termasuk mengkaji kembali efektivitas pola subsidi freight pada biaya pelayaran serta mempertimbangkan pola subsidi lain yang lebih efektif dan efisien.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremias mengatakan bahwa ia menyambut baik penyelenggaraan diskusi ini karena dirasakan sangat besar manfaatnya sehingga masyarakat menjadi paham terhadap penyelenggaraan transportasi laut barang maupun penumpang di kepulauan Maluku. (hpr)