Pasangan Suami Istri Asal Maluku Berjuang Melawan Perbuatan Melawan Hukum Terkait Kepemilikan Tanah

Loading

Maluku (IndependensI.com) – Mahkamah Agung atau MA hingga Kementerian Hukum dan HAM diminta dapat memberikan perhatianya kepada terhadap putusan MA Nomor. 1003 PK/PDT/2022 terkait kepemilikan tanah pasangan suami dan istri asal Maluku yakni Yorim Resa Fordatkosu dan Yeni Rangkoratat.

“Ketua Mahkamah Agung, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Yudisial serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menilai kondisi serta fakta-fakta hukum yang diputuskan melalui keputusan MA Nomor. 1003 PK/PDT/2022 dianggap melukai hati dan mengabaikan fakta sebenarnya,” ujar Kuasa Hukum pasangan suami istri tersebut yakni Garlos Falirat dalam keterangan tertulis, Sabtu, (23/12/2023).

Garlos menerangkan, pasangan suami istri asal Maluku ini sebelumnya mengalami masalah kepemilikan tanah. Pasangan suami istri tersebut merasa hak-hak sebagai warga negara tidak diindahkan hingga mengambil langkah-langkah hukum lebih lanjut untuk mencari keadilan.

“Yeni Rangkoratat dan Yorim Resa Fordatkosu, menghadapi permasalahan hukum terkait kepemilikan tanah mereka di Lokasi Watrui, Desa Lauran kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku,” kata dia.

Garlos mengatakan, terdapat perbuatan melawan hukum yang terjadi terkait kepemilikan tanah dari pasangan suami istri tersebut. Kepemilikan tanah tersebut, kata dia, melibatkan dua orang yakni Andreas Sikafir selaku penjual dan Jeffri Jaran sebagai pembeli.

“Pasangan suami istri itu memiliki dokumen kepemilikan tanah berupa Surat Perjanjian Jual Beli tanggal 13 Maret 2017 dan Surat Perjanjian Jual Beli Tanah tanggal 04 Juli 2020 serta Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 593/285/DL/2021 tanggal 16 Juni 2021,” jelas dia.

Garlos mengatakan, permasalahan ini sendiri telah mencapai tahap persidangan Hingga Putusan Di PK di Mahkamah Agung RI. Namun, kata dia, terdapat kejanggalan upaya melawan hukum dalam dari pihak ke 3 yang menimbulkan keraguan akan keadilan diperoleh pasangan suami istri tersebut.

“Mereka mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi terkait jadwal sidang PK dalam persidagan, Akibat diduga telah terjadi pemalsuan tandatangan panggilan untuk hadiri sidang tidak tersampaikan kepada Yorim Resa Fordatkosu dan Yeni Rangkorat sebagai prinsipal, merasa bahwa hak-hak mereka sebagai warga negara tidak diindahkan,” tutupnya.